![]() |
| Adegan sepeda dari awal hingga akhir film | Foto: Tangkap layar film "Modal Nekad" |
Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving - Albert Einstein
Sepeda, manusia dan pesan implisit dalam film Modal Nekad
Ketika Jamal mencoba menggoda Rosma di sebuah lapak sayur yang tampak seperti pasar atau warung, lapak di sebelah masuk dalam frame dengan mempertontonkan deretan sepeda yang berjajar tergantung di bagian atas depan. Beberapa diletakkan diam di halaman sampai akhirnya Jamal mencuri salah satunya untuk mengantar Rosma pulang. Sebetulnya untuk melarikan diri dari korban tipuan judinya juga.
Ia bahkan tidak tahu siapa pemilik sepeda itu. "Sepeda siapa, nih?" Begitu tanyanya pada dirinya sendiri usai Rosma masuk ke rumah tuannya.
Di scene lain, sepeda juga menjadi saksi bisu saat Jamal memutuskan masuk ke dunia kelam sejak masa kanak-kanak, di sebuah tempat yang mirip gudang, tempat di mana anak-anak nakal berkumpul dan 'belajar mengasah' kenakalannya dimulai dengan merokok.
Jika penonton jeli, ada sebuah sepeda yang terparkir di sana. Ban belakangnya ditampakkan dengan jelas di layar kaca.
Sepeda tersebut menjadi saksi bisu atas keputusan Jamal. Keputusan yang kemudian mengantarkannya menjadi Jamal dewasa yang urakan, pengangguran, pemain judi, pemabuk dan serangkaian kehidupan barbar lainnya.
Indira, cucu kesayangan Teddy yang kaya raya, mafia pemegang lahan parkir satu Jakarta, juga turut meminta hadiah sepeda dari Akinya.
"Mana janji Aki mau belikan Indira sepeda baru?" Tanyanya menodong.
Di kesempatan berbeda, sepeda juga jadi salah satu transportasi yang digunakan oleh warga untuk bepergian di malam hari. Bahkan seorang transpuan menggunakannya sebagai transportasi meski akhirnya dimaling juga.
Beberapa potongan cerita di atas adalah scene demi scene yang bisa ditemukan di dalam rangkaian cerita film Modal Nekad. Bisa dibilang, sejak awal film berlangsung hingga cerita berakhir, sepeda menjadi objek yang tidak terpisahkan dari film ini.
Bicara soal sepeda, masalahnya adalah, hampir di setiap frame sepeda, selalu ada Jamal di sana atau di sekitarnya; sepeda hilang dicuri oleh Jamal untuk antar Rosma pulang, warga yang oleh Saipul diberi nama 'Walang kekek' ada Jamal di sana, Indira minta sepeda, ada Jamal di sana, bahkan transpuan kehilangan sepeda ada Jamal juga di sana.
Sepeda menjadi salah satu objek yang cukup banyak disorot dalam film Modal Nekad yang menjadi film debut penyutradaraan Imam Darto ini rupanya menjadi jembatan untuk menyampaikan pesan-pesan secara implisit.
Sebanyak 706.619 jumlah penonton di hari ke-18 tayang pada tanggal (31/12) menurut informasi dari postingan Instagram @Starvisionplus, mungkin tak semua penonton yang menangkap pesan tersebut.
Ada beberapa makna yang bisa dikorelasikan dengan hadirnya sepeda sampai harus ditampikan dalam 13 frame berbeda dan 9 kata 'sepeda' yang diucapkan langsung oleh tokoh. Kemunculannya jauh lebih banyak dibandingkan tokoh Gina dan Aisyah.
Dilansir dari beberapa referensi, sepeda sering dimaknai dengan kemandirian, kerja keras dan keseimbangan yang relevan dengan kehidupan. Transportasi ini juga bisa digunakan oleh siapa saja, tua, muda, miskin dan kaya. Lintas golongan, lintas suku, usia dan jenis kelamin.
Imam Darto menguraikan bagaimana sepeda ini dibutuhkan lintas kalangan. Jamal yang pengangguran, Indira cucu si orang kaya, laki-laki, transpuan pun ternyata butuh juga.
Seperti kata Albert Einstein, hidup itu seperti mengayuh sepeda. Untuk menjaga keseimbangan, kamu harus terus bergerak.
Persis petuah Einstein, Jamal memang hidup sembarangan. Tidur dengan berganti-ganti perempuan, hidupnya urakan, namun lewat kepiawaian Imam Darto dan tim, tokoh Jamal diarahkan sebagaimana mestinya seorang manusia. Ia menunaikan janjinya untuk memberikan sedekah pada anak yatim.
Pesan yang paling penting adalah, kehilangan sepeda di setiap kehadiran Jamal menjadi pesan kuat di balik sikap tokoh tersebut. Kehilangan sepeda bisa menjadi simbol atas kehilangan sesuatu yang berharga atau yang paling penting dalam hidupnya, simbol ketakutan akan kehilangan. Kehilangan sepeda juga menjadi representasi sebuah perubahan yang tidak diinginkan.
Kehilangan keharmonisan dengan keluarganya, kehilangan waktu dengan ayah dan kedua saudaranya bahkan mungkin kehilangan jati dirinya.
"Tahi dan anjing" yang dicintai dan teori 7 menit otak pasca kematian
![]() |
| Pertikaian alot Saipul bersaudara dan teori 7 menit otak pasca kematian | Foto: Tangkap layar film "Modal Nekad" |
Gejolak emosi cukup intens di antara ketiga tokoh utama; Saipul yang diperankan Gading Marten, Jamal yang diperankan Tarra Budiman, serta Marwan yang diperankan oleh Fatih Unru.
Antara ketiganya, Saipul memiliki kedekatan yang lebih baik dengan Marwan si adik bungsu, 'si bontot' kalau kata Jamal. Sedangkan Jamal, ia berjalan sendirian. Menghadapi kedua saudaranya seorang diri.
Dalam beberapa adegan, jelas sekali kemarahan dalam dialog dan mimik wajah Marwan terhadap abangnya, Jamal. Seperti pasca kematian ayah mereka dengan absennya Jamal di sana namun tiba-tiba hadir di rumah untuk berburu warisan.
"Anjing! Cabut, deh! Lo cabut aja deh, Lo! Dimana Lo ada tuh, selalu ada masalah tahu ngga?" Marwan menantang abangnya di depan mata setelah sebelumnya menendang bangku yang akan didudukinya.
Urat leher yang kencang dengan rahangnya yang menegang karena mengigit giginya sendiri merupakan sebuah indikasi betapa ia kecewa, emosi namun mengigit gigi bawahnya sebagai upaya agar amarahnya tidak sampai tumpah dan terjadi baku hantam antara keduanya.
Medicalnewstoday mengatakan bahwa mengigit gigi atau bibir bisa menjadi cara untuk meredakan emosi yang menyakitkan. Sensasi fisik dari aktivitas tersebut dapat mengalihkan perhatian dari emosi yang dirasakan.
Saat adegan ini berlangsung, jika penonton jeli, kamera sedikit bergetar ketika Marwan menarik baju Jamal dan bersiap menghantamnya. Gelagat marah yang hampir saja tumpah.
Pencahayaan yang minim di dalam rumah di malam hari, tampilan Jamal yang sedang di bawah pengaruh alkohol dan urakan, blocking yang manis dari Marwan dan Saipul, getaran kamera yang meskipun hanya sepintas serta kamera yang bergerak panning menjadi elaborasi yang sempurna untuk menghantarkan atmosfer kemarahan tokoh kepada para penontonnya.
Emosi lain yang benar-benar terasa dari Marwan adalah adegan saat ketiga tokoh berhasil keluar dari rumah Teddy, pemilik rumah yang mereka rampok. Keberhasilannya keluar dari rumah gangster tersebut rupanya akan disia-siakan oleh Jamal begitu saja dan bermaksud kembali untuk menyelamatkan Rosma sang kekasih hati.
"Kan kebiasaan kan? Lu udah maksa kita masuk ke sini. Sekarang kita tinggal cabut, Lu malah tambah masalah lagi? Gila, Lu!"
""Bang udah tinggalin aja!"
"Eh, Lu mau mati, kan? Mati aja sendiri. Ngga usah ngajak-ngajak orang."
Berbeda dengan kedua abangnya, emosi Marwan tampak jauh lebih labil. Lebih meletup-letup. Ia juga berani menyampaikan secara gamblang apa yang ingin ia kritisi.
"Tahi!" Katanya ketika Saipul mengingatkan bahwa ketiga adalah saudara.
Meski sepanjang awal dan pertengahan film, perdebatan Marwan versus Jamal cukup alot yang ditampilkan lewat perpaduan sejumlah mise-en-scene, berbincang seolah keduanya dibakar api amarah, namun tak sekalipun Jamal memaki adiknya dengan panggilan yang sama; tahi dan anjing.
Mulutnya bisa saja menunjukkan amarah, tapi panggilannya pada adiknya tetap sama "si bontot". Panggilan yang bagi orang Betawi bermakna anak paling akhir. Di dalam beberapa keluarga, panggilan ini juga merupakan panggilan sayang yang akrab dan menunjukkan keintiman.
Panggilan ini, menjadi salah satu bukti cinta Jamal pada sang adik.
Kekompakan ketiganya diuji saat melakukan aksi perampokan ke rumah Teddy. Meski kebencian itu sesekali masih dipertontonkan, ketiganya saling melindungi, bekerja sama menjaga satu sama lain demi misi melarikan diri dari rumah korbannya tersebut.
"Lo ingat ngga waktu kita kecil?" Tanya Marwan ke Saipul sambil berbisik.
"Mangga Pak RT" Adegan ini membuat keduanya bersiap menyelamatkan Jamal yang telah berhasil diringkus bawahannya Teddy.
Sebenarnya, misi perampokan ini pernah dilakukan saat ketiga abang beradik itu masih kanak-kanak. Hanya saja misinya lebih receh, yakni mencuri mangga Pak RT.
Satu bukti cinta dari sudut pandang Marwan di tengah kemarahannya pada sang abang, ia mengenang masa kecil mereka yang menyenangkan. Bahkan, masa kecil tersebut justeru jadi jembatan untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi di rumah Teddy.
Ketika baku tembak terjadi antara Teddy dan kedua Polisi, Jamal yang berupaya menjaga kedua saudaranya, tak sengaja ikut tertembak di bagian dada. Saipul menopang persis di bawahnya.
Di saat yang sama, posisi mereka ada dalam ancaman sebab Teddy menodongkan pistol pada keduanya. Namun, Saipul tetap di sana, ia bergeming dan merangkul adiknya. Sebuah keputusan sulit dalam kondisi tertekan. Salah-salah, keputusan ini membuat Marwan hidup sebatang kara.
Bukti cinta dari sisi Saipul untuk adik yang mengecewakannya.
Meski tak secara gamblang, sebetulnya Imam Darto menyelipkan bagaimana cinta di antara ketiganya tetap ada dan terjaga. Hanya saja, bersembunyi di balik panggilan 'tahi dan anjing.'
Cinta khas seorang lelaki, tidak diucapkan, namun dilakukan. Apesnya, tiga bersaudara ini adalah laki-laki. Dan ketiganya tak satupun yang berniat mengungkapkan rasa cinta itu.
Kamera menyorot Saipul bersaudara dengan angle close up. Di tengah rumah Teddy dengan berbagai perpaduan warna yang suram, pemilihan pencahayaan yang temaram serta properti dan ornamen yang begitu ramai, latar belakang adegan ini justeru dibuat lebih sederhana. Hanya ada gorden abu-abu dan tembok berwarna coklat tanpa satupun ornamen rumah yang masuk dalam frame.
Seolah menggambarkan kehidupan ketiganya, sederhana.
Panggilan Saipul dan Marwan berupaya menopang dan mengajak Jamal agar tetap tersadar menjadi titik pusat perhatian saya dalam adegan ini.
Keduanya tak berteriak, namun keringat, ingus dan air mata mereka menyatu dalam visual yang menyedihkan. Tak hanya itu, tangisannya meluap tanpa suara. Sebuah portal kesehatan terpercaya menyebutkan bahwa kondisi tangis seperti ini merupakan jenis tangis yang paling pilu dan menyakitkan karena menahan emosi yang sebenarnya ingin diluapkan.
Momen ini justeru menjadi sangat mahal, ketika ketiganya yang terlihat kerap cekcok, justeru jadi saling menyalahkan diri soal kematian ibu mereka. Seolah memang harus diurai sebelum ikhlas melepas salah satu dari mereka.
Lagi-lagi, pilu itu terbingkai sempurna untuk bisa turut serta menarik air mata saya begitu derasnya. Seolah turut merasakan kehilangan yang sedang terjadi di antara ketiganya.
Puncak pilu tiba ketika Jamal akhirnya lemas tak berdaya.
"Bang, ayo! Jangan mati dulu."
"Please, tahan. Gue sayang banget sama Lo! Please banget, Bang! Jangan meninggal dulu!" Marwan yang sering sekali memakinya dengan sebutan tahi dan anjing, akhirnya tak bisa menahan diri mengungkapkan kasihnya pada sang abang.
Ini pun sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari bukan? Seruan cinta disertai tangisan sebelum terjadinya sebuah kehilangan. Padahal, kita punya hari-hari yang panjang untuk mengatakannya setiap hari.
"Gue sayang lo" Sesederhana itu, tapi banyak yang kesulitan mengungkapkannya.
Ironinya, Jamal yang selama ini sering sekali menunjukkan ketidaksukaannya pada kedua saudaranya, justeru memutar ulang memori masa kecil mereka saat tertawa bersama.
Teori 7 menit pasca kematian. Momen 7 menit otak sebelum mati merujuk pada aktivitas otak yang masih berlangsung selama sekitar 7 menit setelah kematian klinis. Aktivitas 7 menit ini akan memutar kembali kenangan-kenangan penting yang indah di dalam hidupnya.
Dan 7 menit Jamal adalah tawa dan canda dalam keluarganya.
Dikotomi low angle
![]() |
| Dikotomi low angle, 3 adegan berbeda dari kamera bawah dengan deskripsi berbeda | Foto: Tangkap layar Film "Modal Nekad" |
Tokoh perempuan dan kekuatan di dalamnya
![]() |
| Tokoh perempuan dan power nya dalam film | Foto: Tangkap layar Film "Modal Nekad" |












Comments
Post a Comment