Ronaldus Asto Dadut dan J-RUK, Upaya Tekan Korban Human Trafficking di Tambolaka

 

Ronaldus Asto Dadut | Foto: Tempo

Menurut Portal kemenkumham.go.id, perdagangan manusia atau human trafficking adalah modus kejahatan perbudakan modern dalam bentuk transaksi jual beli terhadap orang yang dalam perjalanannya terus menerus berkembang secara nasional maupun internasional yang pada umumnya dilakukan secara tertutup dan bergerak di luar hukum. 

Definisi perdagangan orang menurut Protokol Palermo tertuang di dalam Pasal (3)1 yang berbunyi: “Perdagangan orang yang dilakukan oleh orang lain, berarti perekrutan, pengiriman kesuatu tempat, pemindahan, penampungan atau penerimaan melalui ancaman, atau pemaksaan dengan kekerasan lain, penculikan, penipuan, penganiayaan, penjualan, atau tindakan penyewaan untuk mendapat keuntungan atau pembayaran tertentu untuk tujuan eksploitasi.

Eksploitasi yang dimaksud termasuk pula berupa eksploitasi pelacuran, seksual, melalui perbudakan, melalui praktik-praktik serupa perbudakan, melalui penghambaan atau melalui pemindahan organ tubuh.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya human trafficking, salah satunya minimnya pengetahuan masyarakat akan perdagangan manusia ini, karena kebanyakan mereka adalah kalangan dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan, serta mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas. 

Korban juga bisa berasal dari segala jenis kelamin, usia, dan latar belakang. Umumnya, pelaku pedagang orang ini menggunakan kekerasan, agen tenaga kerja yang bersifat menipu, dan janji palsu tentang pendidikan dan kesempatan kerja untuk memaksa dan menipu korbannya. 

Akibatnya, para korban akan mengalami dampak negatif bahkan bagi sebagian korban, dampak ini bersifat permanen. 

Dari sisi fisik, korban kerap mengalami stress, mengalami terhambatnya pertumbuhan bagi korban yang masih anak-anak, hingga menarik diri dari lingkungan sosial. 

Ronaldus Asto Dadut dan J-RUK hadir bagi NTT

Ronaldus Asto Dadut | Foto: YouTube SATU Indonesia

Kondisi inilah yang dihadapi Ronaldus Asto Dadut. 

Tahun 2014, semasa kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana, Kupang, ia diminta seorang dosen dari kampus Unwira untuk menjemput korban human trafficking yang telah disekap selama 3 bulan. 

Membayangkannya saja sudah terasa pilunya, disekap hingga berbulan-bulan, sementara mungkin di kejauhan, keluarga terus kecarian. 

Tak heran bila Ronaldus yang langsung ditugaskan untuk menjemput mengalami kaget dan mungkin guncangan yang sama. Benar saja, di sana, ia kaget mendapati 15 orang korban yang kebanyakan adalah perempuan, kembali dalam kondisi depresi dan tidak terurus. 

Bukan hanya itu, perjalanan tersebut juga membawa Ronaldus dan tim pada fakta lain yang tak kalah menyedihkan. 

Di sana terdapat sejumlah anak yang tidak mendapatkan perhatian khususnya untuk akses pelayanan kesehatan yang lebih baik. 

Mengalami hal itu, di tahun yang sama, hatinya tergerak untuk mendirikan Jaringan Relawan untuk Kemanusiaan (J-RUK) Sumba, yakni sebuah komintas bersama lintas batas yang peduli akan kemanusiaan. Dalam komunitas ini, Ronaldus mengemban tanggungjawab sebagai Koordinator.

Komunitas ini fokus pada edukasi preventif masalah human trafficking, kesehatan dan pendidikan dengan mendirikan rumah baca di Pulau Sumba - NTT. 

Hingga saat ini, J-RUK telah memberikan berbagai penyuluhan mengenai pola hidup bersih dan sehat (PHBS) serta sosialisasi pencegahan human trafficking. 

Tak hanya itu, sebanyak 2.889 anak mendapatkan pembekalan mengenai kebersihan dan kesehatan dan 5.307 orang dewasa sudah mendapatkan penyuluhan mengenai pencegahan praktik human trafficking. Ke depan, ia bahkan ingin mendirikan rumah singgah bagi anak-anak di NTT. 

Butuh kolaborasi dari berbagai pihak 

Salah satu anak NTT yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari sisi kesehatan | Foto: YouTube SATU Indonesia

Perjalanan Ronaldus sejak tahun 2014 tak berhenti hingga saat ini. Ia tetap menjaga semangatnya hari ini dan masa depan Indonesia dengan terus menjalankan misinya dalam meratakan edukasi upaya preventif terhadap masalah human trafficking termasuk kesehatan. 

Sayangnya, Ronaldus dan J-RUK tak bisa bergerak sendiri. Butuh kolaborasi lintas sektor untuk mewujudkan Indonesia tanpa human trafficking demi wujudkan wajah Indonesia yang lebih baik di masa mendatang. 

Hingga saat ini, berbagai upaya terus dilakukan dalam mencegah tindakan pidana perdagangan orang (TPPO), salah satunya dengan menerapkan sistem Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) dalam penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di luar negeri yang saat ini sangat dibutuhkan oleh NTT. 

Selain itu, dibutuhkan pula kerjasama dari pihak-pihak yang dapat menyentuh penegakan hukum bagi pelaku TPPO, pengawasan kebijakan, maupun upaya edukasi melalui sosialisasi, pelatihan, dan pembentukan satuan tugas (satgas) serta pengembangan LTSP. 

Upayanya dalam memberikan edukasi preventif bahaya human trafficking membawanya berhasil mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Award pada tahun 2017 silam.

Referensi tulisan:

kemenkumham.go.id

https://www.beritasatu.com/nasional/366190/cegah-perdagangan-orang-dengan-layanan-terpadu-satu-pintu

Jurnal Risalah Kenotariatan

Post a Comment

0 Comments