AWAS! Kemarau Berkepanjangan, Kebakaran Hutan Mengancam!

0


Kebakaran di Bromo | Foto: CNN Indonesia

Buruknya udara Jakarta dan dampaknya untuk warga

Beberapa bulan belakangan, Jakarta lagi-lagi berhadapan dengan cuaca panas. Dampaknya, Air Quality Indeks (AQI) kembali memburuk. Hingga saat ini terpantau mencapai AQI US 102 yang dinyatakan tidak sehat bagi kelompok sensitif.


Padahal, urutan angka AQI adalah 0-50 untuk kondisi baik, 51-100 untuk kondisi sedang, 101-150 kondisi tidak sehat untuk kelompok sensitif, dan 151-200 untuk kondisi tidak sehat untuk semua orang. 


Berdasarkan berita yang dirilis CNBC Indonesia tanggal 21 Agustus lalu, mengacu pada data website pemantau kualitas udara IQAir, AQI Jakarta sempat menyentuh angka 125 yang membuat kota ini jadi kota dengan polusi tertinggi kesembilan di dunia, di bawah Shenyang, China. 


Kondisi yang sudah berjalan hampir dua bulan terakhir ini bahkan sempat membuat Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) terdengar mengalami batuk saat berpidato dalam acara Penyampaian RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu 16/8/2023. 


Bukan hanya Presiden, sejumlah warga juga mengalami hal serupa. Ya, pencemaran udara memang dapat meningkatkan risiko infeksi dan peradangan. Udara kotor bisa menyerang paru-paru, menyebabkan pembengkakan dan iritasi di jaringan paru serta infeksi paru dan sangat berisiko terjadi pada anak-anak. 


Ini bukan bentuk rasa syukur, tapi sebuah teguran yang perlu saling kita ingatkan. Pada akhirnya, tanpa perlu kebakaran hutan yang hebat pun, kita tahu betapa bahayanya dampak yang dibawa udara tercemar bagi tubuh kita. 


Belum selesai masalah Jakarta, Bromo terbakar pula

Belum selesai urusan pencemaran udara di Jakarta, berita tentang terbakarnya Bromo membawa luka pula. 


Aduh bagaimana tidak, baru aja ngelist mau ke tempat ini, malah kebakaran. 


Bermula dari sepasang manusia yang ingin menikmati hari bahagia, sebaliknya malah menyebar petaka. 


Rencana untuk menghasilkan foto prewedding yang apik, justeru berujung dengan kebakaran yang meluas di area Bromo. Pasalnya, calon pengantin ini malah bermain-main dengan flare yang mampu memantik api di tengah kawasan Bromo yang sedang kering-keringnya. 


Dampaknya, total luasan lahan vegetasi terbakar mencapai 504 Hektare dan tersebar di empat wilayah Kabupaten yaitu Malang, Probolinggo, Pasuruan dan Lumajang. 


Selain rupa alamnya yang tak lagi sama, tentu banyak dampak negatif lain yang terjadi akibat kejadian yang tak diinginkan ini. 


Dalam salah satu cuplikan berita CNN Indonesia, berikut adalah sejumlah kerugian yang disebabkan kebakaran gunung Bromo:


  • Pemadaman dengan menggunakan water bombing dengan durasi 8 jam per hari membutuhkan biaya 150jt/jam. Biaya ini belum termasuk petugas yang turun ke lapangan dikali jumlah hari pemadaman
  • Ancaman bahaya bagi petugas terbilang tinggi karena asap tebal mengurangi jarak pandang 
  • Dari sisi wisata, untuk kerugian tiket wisatawan domestik saja mencapai Rp213jt dalam seminggu penutupan belum termasuk tiket wisatawan mancanegara yang harganya relatif lebih mahal
  • Kejadian ini juga tentu mengurangi penghasilan warga lokal, pelaku ekonomi wisata, termasuk perhotelan akibat penutupan wilayah Bromo
  • Belum lagi akses jalur Malang - Lumajang lewat Pancokusumo yang ditutup 
  • Sumber mata air di gunung Wantang dan bukit Savana Bromo turut rusak pula. Padahal, sumber mata air ini juga mendukung hidup sejumlah satwa di sana
  • Krisis air bersih di 6 desa di kecamatan Sukapura Probolinggo
  • Dan sejumlah dampak lainnya. 


Awas musim kemarau berkepanjangan, kebakaran hutan mengancam!

Masih seputar musim kemarau yang berkepanjangan. 


Dilansir dari berbagai sumber, musim kemarau adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan impian mendaki sejumlah gunung di Indonesia. 


Hal ini karena pendaki akan terhindar dari cuaca buruk seperti hujan deras, angin kencang yang bisa meningkatkan risiko cedera bagi pendaki. 


Belum lagi, jalur pendakian yang berlumpur atau becek berpotensi membuat pendaki tergelincir dan jatuh. Sementara angin kencang bisa menyebabkan pohon tumbang atau batu jatuh yang tentu tak kalah membahayakan bagi kelompok pendaki. 


Saat musim kemarau, selain jalur yang aman untuk dilewati, pendaki juga bisa mendapatkan pengalaman yang lebih menyenangkan, baik dari sisi perjalanan, cuaca, hingga pemandangan yang tampak lebih indah. 


Sayangnya, perjalanan pendakian saat musim kemarau juga berpotensi berbahaya bila pendaki tidak saling menjaga. 


Kondisi gunung dan hutan yang kering dan gersang mudah memancing datangnya si jago merah. Dipantik dengan setitik bara saja, ratusan bahkan ribuan Hektare hutan dan area gunung berpotensi terbakar. 


Jangan ditanya bahaya kebakaran hutan yang masif, orang kena pencemaran udara Jakarta aja kita udah kalap, gimana lagi kalau ribuan Hektare hutan yang kebakar? Kebayangkan sekarang kalau kita di posisi warga lokal? Kasihan mau nafas saja ngga ada leluasanya. 


Kebakaran hutan tak hanya mengancam kebebasan menghirup udara segar, musibah ini juga berpotensi meningkatkan bencana alam seperti longsor, banjir hingga kekeringan. 


Belum lagi kita dipaksa kehilangan beberapa spesies endemik flora dan fauna yang ikut terbakar, ancaman bahaya bila binatang buas masuk ke perkampungan, mempercepat laju perubahan iklim yang pada akhirnya semua berujung menyebabkan kerugian ekonomi besar bagi negara. 


Baca juga: Upaya Merdekakan Indonesia dari Karhutla


Apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga hutan Indonesia?

Kalau begitu, apakah saat musim kemarau dilarang untuk naik gunung?


Ngga dilarang kok! Cuma perlu saling menjaga aja. Toh itu untuk kenyamanan para pendaki juga kan? Bayangin kalau lagi naik gunung tiba-tiba gunungnya kebakaran? Ya Allah, apa ngga bahaya kalian yang ada di perjalanan naik maupun turun itu? 


Sesederhana kamu pastiin puntung rokokmu benar-benar mati sebelum membuang. Pastikan pula kamu memasak di lahan yang aman yang tak tidak berpotensi menyebarkan api di area pendakian. 


Itu kan buat para pendaki?


Eits! Tenang, buat kamu - eh, kita - kaum mager yang ngga mau berurusan dengan mendaki gunung, masih ada cara untuk ikut berkontribusi menjaga hutan tanpa ke hutan, yaitu dengan aktif terlibat di portal teamupforimpact.org. 


Yang aku suka dari portal ini bahkan saat membukanya saja, vibesnya membawa kita terasa seperti persis di hutan lewat senandung lembut yang diputar selama kita mengakses website. 


Kicau burung, semilir angin, daun yang terbang, suara hujan, suara petir, suara tetes air hingga senandung musik teduh yang sangat menenangkan. 


Masuk ke portal ini seperti membawa kesadaran kembali penuh untuk terus menjaga suara-suara tenang dalam hutan itu agar tetap ada dan berdampingan dengan kita. 


Jaga energi, jaga hutan


Tanam pohon di hutan tanpa ke hutan | Foto: Tangkap layar teamupforimpact.org 



Percaya ngga, dengan kamu jalan-jalan keluar selama dua tiga jam, cari angin, atau sekedar olahraga di ruang terbuka, kamu tak hanya mendapatkan ketenangan batin dan badan yang sehat dan segar, sebetulnya kamu juga sudah berkontribusi untuk menjaga kesehatan Bumi. 


Nah, agar lebih maksimal, jangan lupa, olahraga kamu dimanfaatkan untuk ikutan tantangan dari teamupforimpact juga, ya!


Ada 6 kategori yang bisa kamu ikuti, mulai dari tantangan sampah, makanan, digital, energi, bisnis hijau hingga aktivisme. Pastiin untuk ikut tantangan yang menggambarkan kamu banget, ya!


Berhubung saat ini aku sedang belajar menghabiskan banyak waktu untuk olahraga di outdoor, aku memilih ikut tantangan energi, yaitu mengurangi pemakaian listrik selama 2 jam. 


Ikut tantangan tidak menyalakan TV untuk dapat poin bibit pohon  | Foto: Tangkap layar teamupforimpact.org 


Alih-alih menggunakan kendaraan pribadi, aku lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum. Nah, selama berolahraga, lumayan deh, ngga nyalain TV. Dapet 3 tantangan lewat satu kegiatan. 


Kabar baiknya, tantangan-tantangan yang berhasil kita lakukan nantinya akan diakumulasikan dalam bentuk point. Kamu yang berhasil mengumpulkan poin sebanyak 1.400 berhak untuk menukarkan pointmu dengan satu buah pohon yang akan ditanam di hutan dengan menggunakan nama kamu tanpa kamu perlu ikut ke hutan. 


Gimana? Menarik kan?


Yuk, ikutan tantangannya sekarang dan berkontribusi untuk jaga Bumi!


Referensi tulisan:

https://www.iqair.com/id/indonesia/jakarta/jakarta-gbk

https://www.cnbcindonesia.com/research/20230820230330-128-464477/polusi-udara-jakarta-presiden-batuk-ribuan-warga-bisa-tewas

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)