![]() |
Bicara kusta dalam perspektif agama | Foto: Tangkap layar talkshow KBR Indonesia |
Kisah Ayub dan cobaan dari iblis
Dalam Agama Kristen, jalan cerita Ayub yang baik dan setia pada Tuhan cukup menarik untuk diikuti. Bahkan demi membuktikan kesetiaan tersebut, Tuhan memberi izin pada iblis untuk mencobai Ayub mulai dari kehilangan harta kekayaan, keturunan, hingga memberinya penyakit yang dinilai kutukan oleh sejumlah orang.
Membaca kisah Ayub bisa dibilang jadi proses awal kenalan saya dengan penyakit kusta. Penyakit yang membuat manusia kesukaan Tuhan itu diledek istri dan dikasihani para sahabatnya.
Baca juga: Pentingnya Pemerataan Edukasi Kusta untuk Penanganan yang Lebih Sempurna
Meski begitu, Ayub tidak goyah. Cintanya pada Tuhan jauh lebih besar daripada harta benda, keturunan bahkan dirinya sendiri. Ia membuat Tuhan takjub padanya karena menang melawan godaan iblis.
Sebagai imbalan atas kemenangan itu, Tuhan memberikan Ayub dua kali lipat jumlahnya dari yang dimilikinya sebelumnya. Tuhan juga memulihkan kondisi kesehatan Ayub seperti semula. Kusta itu hilang dari Ayub, selama-lamanya.
Sebetulnya, selain cerita tentang Ayub, kusta disebut sebanyak 23 kali di dalam Alkitab. Dan ternyata, selain dalam ajaran agama Kristen, kisah tentang kusta juga tertulis dalam kitab-kitab suci beberapa agama lain. Ini menjadi bukti bahwa kusta sudah dikenal sejak zaman dahulu kala.
Kusta dan stigma yang masih jadi PR bersama
Meski namanya sudah disebut-sebut dalam sejumlah kitab agama, dan meski waktu telah bergulir, teknologi terus berkembang, namun hingga kini kusta dan stigmanya yang beredar di masyarakat masih terus menjadi PR bersama.
Orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan penyandang disabilitas akibat kusta masih merasakan diskriminasi seperti kekerasan dan perlakuan yang salah baik dalam hal pendidikan, keagamaan, hingga penerimaan dalam lingkungan sosial.
Belum lagi, OYPMK dan penyandang disabilitas juga memiliki stigma diri yang tinggi sehingga kesulitan kembali ke masyarakat karena hilangnya rasa percaya diri dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Bicara kusta bareng NLR dan KBR Indonesia
Sebenarnya, gimana sih sejarah kusta dari perspektif agama? Lalu dari sisi agama itu sendiri, langkah apa yang bisa dilakukan agar masyarakat umum lebih mengenal penyakit ini? Bagaimana kontribusi agama menekan diskriminasi terhadap OYPMK kusta dan penderitanya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, KBR Indonesia bekerja sama dengan NLR Indonesia, mengadakan talkshow dalam program Ruang Publik KBR #SuarauntukIndonesiaBebasKusta (SUKA).
Program ini bisa kamu dengarkan di 105 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua dan 104,2 MSTri FM Jakarta, atau live streaming via website kbr.id dan youtube Berita KBR.
Dalam program kali ini, KBR Indonesia menghadirkan dr. Ustadz Muhammad Iqbal Syauqi Al Ghiffary dan Pdt. (Emeritus) Corinus Leunufna yang juga seorang OYPMK.
Menurut Ustadz Iqbal yang juga seorang dokter umum, penyakit kusta sudah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad, bahkan sebelumnya.
Gambaran penyakit kusta pada fase yang lebih lanjut, akan mengalami mutilasi sehingga menyebabkan pasien menjadi seorang disabilitas.
Begitu berbahayanya, ada doa khusus dalam haditz sebagai bentuk perlindungan Nabi kepada Tuhan agar terlindung dari penyakit kusta. "Doanya ini bisa dilacak sampai Nabi Muhammad. Ada sanadnya." Tutur dr. Iqbal
Baca juga: Kesetaraan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Bagi OYPMK dan Remaja Disabilitas
Benarkah kusta adalah kutukan akibat dosa?
Menjawab pertanyaan ini, penting untuk diketahui, meski penyakit menular, seseorang tak bisa tertular penyakit ini begitu saja dengan mudahnya.
Ada beberapa faktor yang membuat seseorang terkena kusta salah satunya kontak erat. Itupun tidak dalam waktu singkat. Faktor imunologis atau kondisi tubuh seseorang saat terpapar kusta juga mesti jadi perhatian.
Jadi balik lagi ke pertanyaan di atas, salah bila menganggap kusta adalah penyakit akibat dosa atau kutukan. Sebetulnya, ini hanya stigma.
Bila berkaca pada cerita Ayub, Ayub tak dikutuk. Tuhan hanya mengizinkan iblis untuk mencobai anakNya yang setia dan saleh itu. Dan Ayub menang menghadapinya.
"Yang jelas, sakitnya Nabi Ayub ini, memang apa ya, menjadi ujian sekaligus menjadi mukjizat bagi Nabi Ayub" Jelas dr. Iqbal ketika turut berkisah tentang Ayub dari Alquran.
Sayangnya, anggapan tentang kusta hadir sebab kutukan dan dosa masih terus merebak di masyarakat. Hal ini terjadi akibat minimnya edukasi dan pengetahuan seputar kusta ini.
"Butuh peran tokoh masyarakat, termasuk ahli agama untuk membuka pengetahuan terkait penyakit kusta ini." Papar dr. Iqbal.
Tidak ada diskriminasi kusta dalam ajaran agama
Sama seperti penyakit lainnya, kusta juga membutuhkan perawatan intensif agar bisa pulih. Dalam Alkitab di perjanjian lama, sesuai kondisi di masa tersebut yang masih belum ada penyembuhan medis, maka penderita harus memohon ampun.
"Menurut yang saya baca, penderitanya harus memohon ampun atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Setelah memohon ampun dan bilamana sudah sembuh, dia tidak bisa langsung hidup di dalam masyarakat. Dia (Pasien kusta) harus menjalani beberapa upacara dulu sebelum dia diterima di dalam masyarakat selaku manusia normal." Jelas Pdt. Corinus saat memaparkan perawatan bagi pasien kusta versi Alkitab.
Berbeda dengan Pdt. Corinus, menurut agama Islam, ada ajaran yang harus diterapkan terkait berusaha, yaitu berusaha secara rohani atau berdoa serta berusaha secara jasmani.
Untuk langkah perawatan secara jasmani, menurut dr. Iqbal tidak ada disebutkan secara spesifik di dalam Alquran. Hanya ada langkah intervensi untuk mengurangi penularan seperti pengasingan pasien kusta atau dilakukannya ruqiyah.
"Tapi, Nabi selalu mengajarkan untuk selalu berhati-hati, kemudian menjaga kebersihan, dan tidak mendeskriminasi"
Tidak adanya diskriminasi dalam ajaran agama Islam ini terlihat jelas ketika ada orang penderita kusta yang bisa ikut makan bersama dengan istri Nabi. Sedangkan dalam ajaran agama Kristen, dalam injil Matius 8:2-3 digambarkan, Tuhan Yesus juga menyentuh tangan penderita kusta dan membuatnya tahir atau sembuh.
Sekali lagi gambaran bahwa penderita kusta tidak pernah diperlakukan berbeda sejak dahulu kala, dalam ajaran agama sekalipun.
Tips praktis terhindar kusta
Untuk bisa segera melakukan pemeriksaan dini seputar kusta, tentu hal pertama yang patut diketahui setiap orang adalah mengetahui ciri-ciri kusta itu sendiri.
Bagi kamu yang mengalami kulit bercak dengan warna yang berbeda dari kulit asli yang disertai perubahan fungsi seperti terlalu kering, mati rasa, tidak berkeringat dan tidak merasakan nyeri, maka sebaiknya segera melakukan pemeriksaan.
Agar tak perlu merasakannya, berikut adalah tips praktis terhindar dari kusta ala dr. Iqbal:
- Menjaga kebersihan
- Mengakses asupan gizi yang baik
- Ketika ada orang terindikasi kusta, segera periksakan ke dokter, dan ketika mengalami gejala, maka segera berobat
- Untuk menghindari stigma, bisa dengan mengakses pengetahuan dari berbagai sumber terpercaya sebagai upaya untuk mengedukasi diri