Sambut Pekan Imunisasi Dunia, Upaya untuk Wujudkan Keluarga Bahagia

0

  

Imunisasi salah satu upaya untuk Wujudkan Keluarga Bahagia | Foto: Efa Butar butar diolah dengan Canva



Luka orang tua saat kehilangan anak tercinta dalam film Critical Eleven

Ale (Reza Rahadian) berubah. Setelah Anya keguguran, ia menyalahkan istrinya itu atas hilangnya buah hati mereka bahkan sebelum hadir di dunia. Menurutnya, kehilangan itu terjadi karena sang istri terlalu egois dengan dunia sendiri, terlalu sibuk hingga abai dengan kesehatan janin di dalam perutnya.  


Di sisi berbeda, Anya yang diperankan oleh Adinia Wirasti berharap dukungan dari sang suami, berharap pula agar suaminya tak menyalahkan dirinya, mendamba agar sang suami bersikap biasa dan mau masuk ke kamar sang buah hati yang telah lama mereka nanti. 


Namun nyatanya, kehilangan anak pertamanya itu mengubah kehidupan bahagia mereka. Keluarga kecil dari pasangan sempurna itu, tiba-tiba dilanda bisu. Tak lagi saling sapa bahkan lupa berbagi cinta. 


Mereka bahkan tak saling menguatkan atas kehilangan yang baru saja dirasa. Padahal, kehilangan pun berdua, semestinya dihadapi berdua pula. Bukan berjalan sendiri-sendiri dan saling menyakiti. 


Meski tak menjelaskan secara rinci penyebab Anya keguguran, film ini sempat jadi primadona bagi 877rb penonton di Indonesia di tahun 2017 silam.


Namun yang jadi catatan penting bagiku yang belum memasuki dunia pernikahan ini adalah, ternyata, kehilangan anak bisa membahayakan dua jiwa yang tadinya saling cinta. Bahkan berpotensi merusak sebuah keluarga bila tidak ditangani dengan benar segera. 


Sebab-sebab meninggalnya anak balita

Ada banyak penyebab sepasang orang tua kehilangan bayi atau anaknya. 


Menurut unicef.org, Pneumonia, penyakit bawaan dan diare adalah penyebab kematian utama pada anak usia dini dengan masing-masing mencakup 36%, 13%, dan 10% dari semua penyebab kematian balita - serta komplikasi neonatal, cedera, campak dan malaria di daerah endemis. 


Dilansir dari hallosehat, 1 dari 10 kejadian bayi lahir mati disebabkan oleh infeksi seperti sitomegalovirus, rubella, infeksi salurang kencing, dan saluran kelamin seperti herpes genital, listeriosis (akibat keracunan makanan), sifilis dan toksoplasmosis. 


Sayangnya, harus kita akui, infeksi di atas terjadi akibat lalainya orang tua dalam melakukan vaksinasi terhadap sang buah hati.


Mengenal imunisasi dan manfaatnya pada ibu hamil dan anak


"Imunisasi lengkap menjadikan anak tetap sehat untuk dirinya dan lingkungannya" - kemkes.go.id


Menyambut Pekan Imunisasi Dunia (PID) atau World Immunization Week yang jatuh setiap minggu ke 4 Bulan April, rasanya tepat sekali bila kita membahas tentang pentingnya imunisasi bagi ibu hamil dan sang buah hati. 


Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit menular dengan memberikan vaksin sehingga terjadi imunitas (kekebalan) terhadap penyakit tersebut. 


Bagi ibu hamil, imunisasi bertujuan untuk mellndungi ibu dari berbagai penyakit berbahaya yang disebabkan oleh infeksi seperti tetanus, difteri, pertusis, pneumokokus, meningokokus, hingga hepatitis. 


Dalam Temu Blogger yang diselenggarakan pada 21 Maret lalu, Dr. dr. Raihan, Sp.A(K) menyebutkan bahwa pelaksanaan vaksin yang lengkap berguna untuk mencegah penyakit infeksi seperti campak, polio, hepatitis B, TB, difteria, influenza dan lain-lain. 


Imunisasi ini kian penting karena bila pelaksanaannya dilakukan secara merata di sebuah wilayah, maka kemampuan patogen untuk menyebar sangat terbatas dan kelompok yang tidak diimunisasi tetap sehat. 


Hal ini bisa terjadi karena peningkatan daya tahan masyarakat yang meningkat secara merata pula sehingga mampu memutus penularan kepada kelompok yang tidak dapat diimunisasi seperti bayi kecil dan penderita imunokompromais. 


Berbicara jangka panjang, secara menyeluruh, manfaat imunisasi sebetulnya tak hanya untuk anak dan ibu hamil saja, namun kesehatan sebuah kelompok masyarakat di sebuah wilayah bahkan mencakup negara. 


Bila dirangkum dalam sebuah piramid, berikut adalah tujuan imunisasi


Tujuan Imunisasi | Foto: Efa Butar butar


Pengalaman mendapatkan vaksin

Bahkan aku sendiri yang belum memiliki anak ini, suka merasa terluka, tak tega dan kalau bisa ada keajaiban, biar aku saja yang menderita dibanding melihat anak kecil dengan tubuh lemas tak berdaya terkapar di depanku akibat sakit. Apalagi mereka yang telah berganti status menjadi orang tua. Aku yakin, semua akan merasakan hal yang serupa.


Bicara soal sakit penyakit, tentu kita juga harus bicara soal cara penularan dan langkah preventifnya agar tak tertular.


Beberapa cara penularan sebuah penyakit bisa lewat udara, atau lewat droplets, kontak langsung dengan carrier, hingga seksual kontak. 


Selama hampir tiga tahun terakhir, kita sama-sama merasakan bahaya yang mengancam bila berjalan tanpa menggunakan masker. 


Ya, Covid-19 nyatanya jadi lebih menyeramkan daripada makhluk apapun yang ada di muka bumi. Ia sangat berbahaya, tapi tak bisa dilihat oleh mata. 


Abai sedikit saja, kita bisa kena droplets pasien Covid-19 yang mungkin beraktivitas di jalanan karena dirinya tidak menunjukkan gejala apapun, dampaknya, penularan hingga kematian. 


Begitu berbahayanya, kita manut saja saat pemerintah memberikan aba-aba untuk tetap di rumah, beraktivitas di rumah dan mendaftarkan diri agar segera mendapatkan vaksinasi. Karena kita tahu, meski sedikit menyebalkan dan memaksa, nyatanya langkah ini merupakan upaya preventif pemerintah untuk kesehatan kita bersama. 


Bahkan setelah mendapatkan vaksin pertama pun, rasa waspada sejujurnya tetep tinggi. Hal ini sejalan dengan belum landainya kasus Covid-19 di negara kita tercinta ini. 


Sampai akhirnya Pemerintah menyerukan agar masyarakat segera mendapatkan vaksin kedua, booster pertama hingga booster kedua, rasa lega baru ada. 


Ya, memang, secara pribadi, mendapatkan vaksin Covid-19, menurut pengalamanku cukup bikin deg-degan. Yang pertama karena aku takut berhadapan dengan jarum suntik, lalu yang kedua karena ternyata, ada beberapa efek samping yang kurasakan setelah menerima vaksin. 


Efek samping tersebut menunjukkan gejala seperti demam langsung di hari yang sama hingga 3-4 hari ke depan, dan sedikit sakit kepala. 


Tapi kalau bicara jangka panjang, aku akan menekan ego dan tetap akan memilih menghadapi seramnya jarum suntik dan demam selama 4 hari karena aku tahu, setelah itu, imun tubuhku sudah lebih kuat untuk menghadapi virus mematikan ini. 


Aku tahu, bahwa hanya dengan menerima vaksin Covid-19 lah, aku bisa leluasa bertemu dan berpelukan kembali dengan orang tua. Bahwa hanya dengan menerima vaksinlah kita bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Bahwa, hanya dengan vaksinlah, kita bisa menekan kehilangan orang yang kita cinta. 


Jadi bila diminta untuk memilih, aku akan tetap memilih menghadapi rasa sakit 4 hari, pusing 4 hari dan jarum suntik yang menyeramkan itu. 


Bahaya bila anak tidak mendapatkan imunisasi


Masih membahas tentang sejumlah penyakit dan cara penularannya. Perlu kamu tahu, campak - rubela, pertussis, difteri dan sejumlah penyakit infeksi lainnya, menular lewat udara dan droplets. 


Bila anak tidak memiliki kekebalan tubuh untuk melawan virus tersebut, maka orang tua harus bersiap-siap ketika anak merasakan sakit serupa yang mungkin tertular dari temannya. Biar lebih jelas, yuk kita coba ulas beberapa diantaranya dengan berlandaskan materi yang disampaikan dr. Raihan. 


Difteri

Difteri | Foto: Suara.com


Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Difteri yang menyerang semua usia dan menyebabkan sesak napas hingga kematian. 


Gejalanya:

  • Suara serak
  • Sakit tenggorokan
  • Nyeri menelan
  • Sulit bernafas / sesak / sumbat jalan napas atas dan suara mendengkur
  • Pembesaran kelenjar getah bening di leher atau bengkak 
  • Demam
  • Tenggorokan dan amandel tertutup selaput abu-abu kotor dan berdarah saat disentuh


Penyakit ini memiliki angka kematian 5%-10% anak usia <5 tahun dan 20% dewasa di usia > 40 tahun. 


Jenis-jenis difteri sesuai dengan lokasi selaput/membran, bisa kamu lihat di sini


Jenis difteri sesuai lokasi selaput atau membran | Foto: Materi Dr. dR. Raihan


Campak/Morbili

Komplikasi campak | Foto: Materi Dr. dr. Raihan


Campak-Rubela adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Campak dan Rubela. Penularannya terjadi lewat percikan ludah penderita pada saat batuk, bersin atau bicara. Penyakit campak-Rubela menunjukkan gejala demam dan bintik kemerahan.


Bila tak segera ditangani, ada berbagai komplikasi yang bisa terjadi:


Campak:

  • Diare
  • Radang paru
  • Radang otak
  • Kebutaan
  • Gizi buruk
  • Hingga kematian

Rubela bila mengenai ibu hamil terutama pada trimester I kehamilan, akan menyebabkan:

  • Keguguran
  • Bayi lahir mati
  • Kecacatan pada bayi yang dilahirkan, kelainan jantung, kelainan mata, ketulian dan keterlambatan tumbuh kembang anak. 


Rubella merupakan virus akut yang sangat menular dan bisa menyerang semua usia. 


Bila terkena virus ini, masa inkubasinya 14-21 hari sedangkan masa penularan 7 hari sebelum sampai 7 hari sesudah timbul ruam. 


Penyakit ini menarik perhatian karena satu kasus saja dapat menularkan kepada 4-7 orang yang tidak kebal dengan virusnya. Selain itu, 25-50% dari orang yang terinfeksi tidak bergejala serta infeksinya pada ibu hamil memiliki risiko yang sangat besar. 


Terbaru, kasus campak kembali naik bahkan kompas.com mengabarkan target eliminasi campak rubella tahun 2023 sulit tercapai. Hal ini tidak terlepas dari kasus Covid-19 yang membuat para orangtua tidak berani membawa anaknya ke luar rumah dan kebijakan di rumah saja pada awal pandemi sehingga imunisasi pun turun signifikan. 


Sepanjang tahun 2022, dilaporkan 3.341 kasus konfirmasi campak di 223 kabupaten kota di 31 provinsi dengan 55 kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) di 34 kabupaten/kota di 12 provinsi Sumber: Berita Campak Rubella


Dari dua contoh penyakit ini saja, kita bisa lihat bagimana sakit dan menderitanya seorang anak yang terkena penyakit akibat infeksi. Dan orang tua yang jatuh cinta pada anaknya bahkan ketika anaknya masih berbentuk janin, tentu akan lebih terluka hatinya melihat kondisi sang buah. 


Kabar baiknya, penyakit di atas bisa dihindari dengan imunisasi. 


Luka sehari untuk kesehatan jangka panjang sang buah hati

Sama seperti orang dewasa yang mendapatkan vaksin, anak memang akan mengalami efek samping usai vaksin. Medis menyebut ini Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yaitu kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian dan diduga berhubungan dengan imunisasi yang dapat berupa gejala, tanda, hasil pemeriksaan laboratorium atau penyakit. 


Jenisnya ada 2:


Jenis KIPI Serius:

Kejadian medik setelah imunisasi yang menyebabkan rawat inap, kecacatan, dan kematian serta yang menimbulkan keresahan di masyarakat. 


Jenis KIPI Non Serius:

Kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial kesehatan pada penerima imunisasi. 


Tapi yang perlu dicatat orang tua adalah, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi. Bilapun terjadi KIPI serius, sebetulnya pemerintah telah menyiapkan media pelaporan dengan alur sebagai berikut:


Sehubungan dengan terjadinya KIPI usai pelaksanaan imunisasi, banyak orang tua yang tidak tega, sedih bahkan enggan membawa anak kembali imunisasi karena merasa kasihan sehari. 


Padahal, dilansir dari promkes.kemkes, efek samping setelah imunisasi umumnya adalah anak jadi rewel dan demam. Dan ini adalah hal yang wajar yang bisa didiskusikan orang tua dengan petugas medis yang memberikan vaksin. 


Dibandingkan dengan dampak jangka panjang bila tidak diberikan vaksin yang justeru membuat imun tubuh anak lemah dan mudah terserang penyakit, sebetulnya perasaan tidak tega dan kasihan sehari itu tidak sebanding dengan kesehatan anak di kemudian hari. 


Jadi mom, dad, jika sungguh mencintai anak, kuatkan hati sejenak, jangan abai terhadap vaksinnya. Sebab dengan memberikan imunisasi, mom, dad telah menjauhkan anak dari risiko berbagai penyakit berbahaya. 


Alasan lain kenapa orang tua tak ingin anaknya mendapatkan imunisasi adalah ricuh halal tidaknya vaksin yang diberikan. 


Menjawab permasalahan yang masih terus simpang siur ini, Undip menyebutkan bahwa menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 33 Tahun 2018, penggunaan Vaksin MR (Measles Rubella) untuk imunisasi hukumnya mubah (boleh) karena belum ditemukannya vaksin yang benar-benar halal, jadi ada kondisi yang mengharuskan (dlarurat syar’iyyah).


Jadi keluarga bahagia, dimulai dari sehat bersama

Masih dalam perayaan hari Pekan Imunisasi Dunia 2023, mom, dad, bisa banget cari-cari info seputar pelaksanaan imunisasi yang umumnya dilakukan secara gratis oleh pemerintah di posyandu, puskesmas, rumah sakit, klinik, praktik mandiri dokter/bidan, dan fasilitas kesehatan lainnya. 


Program Imunisasi nasional | Foto: Materi Dr. dr. Raihan


Jangan lupa juga agar anak dibawa untuk mendapatkan imunisasi rutin secara lengkap, ya! Sebab jika tidak lengkap, anak tidak memiliki kekebalan sempurna terhadap penyakit-penyakit berbahaya sehingga mudah tertular penyakit, menderita sakit berat, cacat bahkan meninggal dunia. Selain itu, anak juga berpotensi menjadi sumber penularan penyakit bagi orang lain. 

Imunisasi rutin lengkap | Foto: Materi Dr. Sulistya Widada


Dr. Sulistya Widada dari Direktorat Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan RI juga menyampaikan bahwa imunisasi dasar lengkap pada bayi belum cukup memberikan perlindungan optimal sehingga harus dibooster dengan imunisasi lanjutan pada baduta dan anak usia sekolah. Oleh sebab itu, segera lengkapi imunisasi anak-anak, sesuai usianya!


Bulan Imunisasi Anak | Foto: Materi Dr. Sulistya Widada



Sesederhana membawa anak untuk mendapatkan imunisasinya ternyata adalah salah satu upaya untuk menjadi sebuah keluarga yang bahagia. 

Bahagia karena orang tua tahu bahwa imun tubuh anaknya sudah kuat dan mampu melawan berbagai virus penyakit. Orang tua bahagia karena anak tetap sehat sempurna dan bisa bermain bersama teman-temannya. Dan yang paling penting, orang tua bahagia karena seluruh anggota sehat bersama.

Tidak ada lagi perkelahian dan keinginan saling menyalahkan saat anak sakit atau meninggal dunia seperti dalam film Critical Elevan.

Pemberian imunisasi juga memegang peran penting finansial sebuah keluarga. Imunisasi yang relatif murah bahkan gratis, tentu jadi pilihan dibandingkan bila anak terkena penyakit berbahaya yang membutuhkan biaya pengobatan sampai jutaan bahkan puluhan juta jika harus sampai masuk ruang ICU. 

Sebagai penutup, mengutip tema Pekan Imunisasi Dunia 2023 ini 

"Ayo Lindungi Diri, Keluarga, dan Masyarakat dengan Imunisasi Lengkap"

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)