Mengenal Dana Nusantara dan Manfaatnya Bagi Indonesia

0
Penghijauan kembali hutan oleh warga Desa Tanjung Aur  | Foto: Efa Butar butar diolah dari WALHI

Tahun 2013, kondisi di beberapa bagian hutan di Desa Tanjung Aur terbilang kering dan kosong, 9 tahun berlalu, masyarakat di desa tersebut berhasil menghijaukan kembali hutannya. 


Desa Tanjung Aur adalah satu dari sekian banyak desa yang digandeng WALHI sebagai upaya memulihkan kembali ekosistem dan upaya kolektif untuk mengurangi dampak krisis iklim dan bencana ekologis lewat pemanfaatan dana nusantara. 


Selain Desa Tanjung Aur, ada pula Desa Nusantara tepatnya di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan, yang terbentuk lewat program transmigrasi tahun 1981. 


Dari yang hanya lahan kosong, masyarakat berhasil mengolah lahan tersebut dengan tanaman padi bermodal bibit yang dibawa dari Jawa. Apakah tanaman padi tersebut berhasil dipanen?


Bisa! Tapi perjalanan sampai akhirnya berhasil panen cukup memprihatinkan. 


Masyarakat harus berurusan dengan gagal panen akibat hama tikus, babi, kera, hingga ulat. Tanaman lain seperti jagung, sukun, ubi pun sama. Gagal panen. Tanaman ini yang ngerusak bukan cuma hama, termasuk pula gajah. 


Meski telah menghadapi sejumlah rintangan mulai mencoba bercocok tanam, sampai berhadapan dengan wabah penyakit, nyatanya, tahun 2005, warga Desa Nusantara masih harus berhadapan dengan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan sawit yang mengklaim sawah sebagai hutan yang tidak pernah dikelola. Hmmm... menarik!


Topik ini menjadi menarik karena ada setidaknya tiga kata kunci yang kugarisbawahi: Desa Nusantara dengan ceritanya yang seru, dana nusantara, dan korelasi keduanya sebagai upaya mengurangi dampak krisis iklim. 


Topik inilah yang kemudian dijelaskan secara runut dalam pertemuan daring perdana kami di tahun 2023 ini bersama #EcoBloggerSquad (EBS) ditemani oleh rekan-rekan komunitas lokal dan masyarakat adat dari Desa Nusantara serta Adam Kurniawan selaku Manager Pengembangan Potensi Rakyat Eknas WALHI dengan mengangkat topik "Mengenal Lebih Dekat Komunitas Lokal di Desa Nusantara"


Sebagai informasi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merupakan organisasi gerakan lingkungan hidup independen non profit terbesar di Indonesia. 


Upaya penyeragaman pengelolaan SDA di Indonesia dan dampaknya bagi negeri kita

Berdasarkan pemaparan Adam Kurniawan dalam event daring perdana EBS di tahun 2023 ini, luas Indonesia adalah 5.193.250 Km2 yang kemudian terbagi menjadi lautan, pulau, hutan, darat, karst, gambut, mangrove, hingga danau. 


Luas Indonesia | Foto diolah dari data WALHI


Kekayaan lansekap di atas memiliki pengaruh besar pada keanekaragaman hayati di Indonesia yang terkenal begitu kaya. Begitu rumahnya dirusak, satwa akan kehilangan sumber makanannya, rumahnya dan ini menyebabkan keanekaragaman makhluk hidup berpotensi makin berkurang. 


Dampaknya sebetulnya balik ke manusia-manusia ini lagi. Hewan yang kehilangan rumah itu akan kehilangan arah sampai akhirnya menyambangi permukiman manusia. Tak jarang, demi melindungi dirinya masing-masing, baik satwa maupun manusia, saling menyakiti. 


Baca juga: Pandemi Dan Deforestasi


Tentu korbannya kalau bukan satwa, ya manusia itu sendiri. Ujung-ujungnya tetap sama. Satu makhluk hidup akan berkurang atau setidaknya terluka. 


Sayangnya, di tengah keanekaragaman hayati yang kita miliki, pemerintah justru ingin menyeragamkan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, meski hal itu tidak sesuai dengan bentang alam Indonesia yang beragam. 


Salah satunya dengan maraknya izin konsesi (pemberian hak, izin atau tanah oleh pemerintah, perusahaan, individu atau entitas legal lain) yang diberikan pada pihak swasta seperti tambang, perkebunan besar, penguasa hutan dan lain -lain. 


Peta Konsesi | Foto: Tangkap layar pemaparan WALHI 


"Arsir di peta menunjukkan betapa sebagian besar darat dan laut Indonesia itu sudah diberikan pengelolaannya kepada koorporasi / swasta yang membuat masyarakat adat dan komunitas lokal tersingkir dari ruang hidupnya dan mereka kehilangan kesempatan untuk berkontribusi menjaga ekosistem global."


Selain dampak "pertikaian" hebat antara satwa yang terganggu habitatnya dan berkurangnya keanekaragaman hayati di Indonesia, dampak lain yang dirasakan umat manusia akibat penyeragaman pengelolaan sumber daya alam ini adalah banjir, longsor, termasuk pula kekeringan di sejumlah tempat dan cuaca yang makin sulit untuk diprediksi. 



Sebaran kejadian bencana alam Januari - Juli 2022 | Dok: WALHI - Klik gambar untuk mendapatkan data lengkap

Agar kerusakan alam tak kian masif, butuh upaya serius memperbaikinya, salah satunya dengan menggandeng masyarakat adat dan komunitas lokal sebagaimana yang telah dilakukan Desa Tanjung Air. Upaya ini bisa terlaksana lewat pemanfaatan Dana Nusantara yang tepat. 


Dana Nusantara sebagai upaya mengurangi dampak krisis iklim dan bencana ekologis


Sejak tahun 1990-an, WALHI telah mempromosikan konsep "Sistem Hutan Kerakyatan (SHK)" yang mengutamakan peran masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL) dalam memastikan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. 


Pengembangan model SHK ini merupakan respon langsung terhadap dampak destruktif yang ditimbulkan oleh sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kepentingan korporasi daripada kepentingan masyarakat. 


Baca juga: Menelisik Defenisi "Hutan sebagai Sumber Makanan" pada Kopi 


Tahun 2014, WALHI memperluas konsep SHK menjadi Wilayah Kelola Rakyat (WKR) yang tidak hanya mencakup kawasan hutan, tapi juga pulau-pulau kecil dan kawasan pesisisr. 


WKR inilah yang kemudian dipromosikan sebagai konsep dan model yang memastikan bahwa MAKL berdaulat dalam penguasaan, pengelolaan, produksi dan konsumsi hasil pengelolaan SDA di wilayah masing-masing. 


Pengakuan dan perlindungan WKR adalah jalan menegakkan kedaulatan MAKL atas wilayahnya sekaligus jalan untuk mengembalikan model pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pemulihan ekosistem dan upaya kolektif untuk MAKL demi mengurangi dampak krisis iklim dan bencana ekologis.


Sebagai bentuk dukungan terhadap WKR, WALHI mengintegrasikan langkah-langkah advokasi dalam satu kerangka kerja yang utuh dari hulu yang meliputi Tata Kuasa, Tata Kelola, Tata Produksi hingga ke hilir Tata Konsumsi.


Bentuk dukungan lainnya adalah dengan menyediakan Dana Nusantara, yaitu program pendanaan yang dikembangkan WALHI, KPA dan AMAN di tahun 2022 yang bertujuan untuk mendukung inisiatif komunitas dalam melakukan pengelolaan SDA yang berkelanjutan lewat bantuan pendanaan yang terjangkau dan mudah diakses. 


Fokus Dana Nusantara ini adalah komunitas yang memiliki akses terbatas terhadap sumber daya dan pendanaan serta memiliki potensi untuk melakukan pengelolaan SDA yang berkelanjutan. Dana ini juga diberikan pada komunitas yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan inisiatif pengelolaan SDA secara mandiri dan berkelanjutan. 


Lagi-lagi, Desa Tanjung Air jadi percontohan MAKL yang berhasil menghijaukan kembali wilayah hutannya dan mengurangi dampak krisis iklim serta bencana ekologis. 


"Model-model pengelolaan SDA seperti itulah yang oleh WALHI didorong, dipersiapkan untuk bisa mengakses Dana Nusantara" Ujar Adam dalam pemaparannya. 


Salah satu dampak nyata program Dana Nusantara bisa dilihat lewat keberhasilan Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) Desa Nusantara yang berhasil memukul mundur PT. Selatan Agro Makmur Lestari (SAML) yang ingin menggarap lahan seluas 42 rb Ha di 18 desa di Kecamatan Air Sugihan, termasuk Desa Nusantara. 


Jalan terjal Desa Nusantara menuju Desa Ekologis


Program transmigrasi di tahun 1981 itu rupanya jadi pembuka jalan bagi Desa Nusantara hingga bisa bersiap menuju Desa Ekologis. 


Setelah perjuangan mereka bercocok tanam, membongkar sarang hewan pengganggu tanaman, berhadapan dengan wabah penyakit, tahun 2005 masyarakat Desa Nusantara masih juga harus berurusan dengan PT. Selatan Agro Makmur Lestari (SAML) yang mendapat izin prinsip dari Bupati OKI NO: 460/1998/BPN/26-27/2005, untuk menggarap lahan seluas 42 ribu ha, yang terletak di 18 desa di Kecamatan Air Sugihan, termasuk Desa Nusantara.


Desa Nusantara menjadi satu-satunya desa yang menolak pembayaran untuk pembebasan lahan seluas 1.200 Ha. Di dalamnya sudah ada sawah yang ditanami padi, ada kopi liberica, nanas, nangka, buah naga, jeruk kunci, hingga cabai rawit. 


Warga yang telah mengelola Desa Nusantara selama 10 tahun lamanya dan tidak merasa mengambil tanah milik orang lain, terang saja warga melakukan perlawanan hingga berani merespon klaim dengan berbagai aksi, menolak dibayar bahkan beberapa orang dituntut oleh perusahaan. 


Baca juga: Upaya Gotong Royong untuk Kelestarian Fauna Indonesia


Berbagai tekanan dari perusahaan membuat warga mendirikan Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) untuk menjadi wadah menyalurkan aspirasi warga, menunjuk perwakilan untuk melakukan mediasi hingga aksi demonstrasi menolak keberadaan perusahaan. Sengitnya perlawanan dari FPNB harus membuat 3 orang ditangkap polisi pada tahun 2015 silam. 


"Kami ingin mengelola bukan jadi buruh. Merdeka atas tanah. Selain juga memenuhi kebutuhan kami, kami juga menyediakan pangan bagi orang lain."


Banyaknya tekanan dari perusahaan membuat warga memutuskan untuk menggalang aliansi  yang lebih besar dan mempersiapkan kadernya untuk bertarung. Syukurlah tahun 2017 kader FPNB berhasil yang membuat tekanan jauh berkurang. 


Usai pandemi berakhir, FPNB kembali merapatkan barisan mendesak pemerintah membatalkan izin HGU PT. SAML. Di sinilah peran WALHI dan Dana Nusantara mulai terlihat. 


Tahun 2022, WALHI Sumatera Selatan merekomendasikan FPNB mengakses Dana Nusantara untuk membiayai pemetaan partisipatif Desa Nusantara. 


Pemetaan partisipatif yang dijalankan merupakan satu bagian dari Sustainable Land Use Planning (SLUP), sebuah metode untuk menyusun tata guna lahan berkelanjutan secara partisipatif. Rangkaian kegiatan pemetaan partisipatif melahirkan kesadaran bahwa untuk memastikan lahan pangan bisa dikelola secara berkelanjutan jika ekosistem yang mendukung bisa dijaga keseimbangannya. Artinya mempertahankan lahan pertanian dari okupasi perkebunan sawit harus disertai dengan penguatan kapasitas dalam pengelolaan lahan berkelanjutan.


Hasil dari SLUP ini adalah menguatnya visi  jenis pengelolaan lahan berkelanjutan, teridentifikasinya tanaman prioritas yang akan dikembangkan dan peta rencana penggunaan lahan berkelanjutan. Melalui SLUP FNPB yang memiliki anggota sekitar 700 keluarga berkomitmen untuk menjadikan Desa Nusantara menjadi desa ekologis. Desa yang memiliki kemampuan menopang keberlanjutan daya dukung lingkungannya  sebagai sumber pangan warga.


Lewat upaya-upaya Desa Nusantara ini kita bisa lihat bahwa implementasi Dana Nusantara membawa berbagai hal baik bagi masyarakat dan lingkungan seperti mendorong kemandirian komunitas lokal, meningkatkan partisipasi komunitas lokal dalam pengelolaan SDA, membangun kesadaran komunitas lokal terhadap isu lingkungan hidup, berkontribusi pada keberlanjutan pengelolaan SDA, dan meningkatkan partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak. 


Hingga Desember 2022, WALHI telah mendampingi 250.00 keluarga yang mengelola dan melindungi 1.161.338 Ha WKR. Sementara yang mendapatkan pengakuan dari negara melalui skema Perhutanan Sosial seluas 1.042.181 ha, dan Skema Reforma Agraria seluas 119.157 ha. 


Pengakuan negara atas wilayah tersebut merupakan kemenangan MAKL atas perampasan lahan oleh negara di sektor kehutanan, serta konflik dengan industri ekstraktif seperti sawit dan konsesi tambang. Sementara 1.007.073 hektar WKR masih dalam tahap pengajuan atau dalam proses verifikasi teknis untuk mendapatkan persetujuan pengakuan dan perlindungan dari negara. WKR yang didampingi WALHI tersebar di 28 provinsi, 101 kabupaten, 184 kecamatan, dan 309 desa.

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)