![]() |
Salah satu potret investigasi Tempo dengan judul Jalan Tambang Pemutus Harapan | Foto: Tempo |
Laporan terbaru IPCC
Kekhawatiran akan pengaruh negatif gas rumah kaca terhadap iklim bumi, sudah muncul sejak tahun 1980. Sebagai respon atas urgensi untuk mengurangi penggunaan gas rumah kaca tersebut, dua organisasi PBB, yaitu World Meteorogical Organization (WMO), dan United Nations Environment Programme (UNEP) mendirikan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang berkantor pusat di Geneva, Switzerland.
IPCC ini sendiri merupakan panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan perubahan iklim dari seluruh dunia yang didirikan pada tahun 1988 dengan mengangkat Bert Bolin sebagai ketua pertama dari tahun 1988 hingga tahun 1997.
Baru-baru ini, IPCC atau dalam bahasa Indonesia dikenal juga dengan nama Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim ini, melakukan sidang pleno di Interlaken, Swiss, yang dibuka pada hari Senin, 13 Maret 2023.
Salah satu poin yang ditekankan IPCC dalam hasil laporan sintesis penilaian keenam (AR6) adalah penetapan persentase target pengurangan emisi untuk mencegah kenaikan suhu Bumi hingga 2050 (Dikutip dari https://www.kompas.id)
Sebenarnya, tahun 2018 lalu, IPCC juga sudah menyoroti tantangan dalam menjaga suhu Bumi di bawah 1,5 derajat Celcius. Dan bila semua pihak ingin suhu Bumi tetap berada di bawah 1,5 derajat Celcius, maka emisi harus dikurangi hampir separuhnya pada tahun 2030 mendatang.
Penyebab iklim kian memanas dan makin ngga jelas
Ngerasa kan kalau belakangan cuaca di Bumi tempat kita tinggal makin ngga karuan?
Lagi terik, tiba-tiba hujan, kadang hujan datang berkepanjangan. Atau teriknya yang ngga habis-habis. Belum lagi sejumlah flora dan fauna yang dulu kerap dan mudah kita temukan, kini tak lagi ada. Salah satunya bunga Marie gold.
Hal-hal tersebut terjadi akibat peningkatan suhu Bumi yang dipicu oleh konsentrasi gas rumah kaca yang makin hari makin tinggi.
Gas yang paling bertanggung jawab terhadap pemanasan global ini adalah Karbon dioksida (CO2), Metana (CH4) dan Nitrogen oksida (N2O).
Karbon dioksida dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga fosil, kendaraan bermotor tenaga fosil, pembakaran hutan, pembakaran sampah, kegiatan industri dan masih banyak lagi.
Metana dihasilkan dari sektor energi, industri, agrikultur, penggunaan lahan, serta aktivitas pengelolaan sampah termasuk sampah makanan.
Kabar buruknya, metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang utama dengan potensi pemanasan global 25 kali lebih besar daripada CO2 dalam periode 100 tahun (gawpalu.id)
Lalu, siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan bumi ini?
Kita. Kita semua manusia yang menempati bumi.
Kita yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi alih-alih transportasi publik. Kita yang memilih menggunakan AC sepanjang hari alih-alih cari angin segar di luar sana. Kita yang suka kalap mata jajan makanan di luar tapi tak menghabiskannya dan membuatnya jadi sampah.
Kita yang bertanggungjawab atas bumi yang tidak baik-baik saja.
Mengutip kata Mas Bragja Hidayat selaku Eksekutif Editor Tempo yang memandu berjalannya acara Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023 bekerja sama dengan Berita KBR, yang dilaksanakan pada hari Senin, 20 Maret lalu bertempat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia "Kita (berada di) ruangan adem begini, itu sebetulnya merusak bumi karena pake AC. AC nya dihidupkan oleh listrik"
Masa depan investigasi lingkungan Indonesia
Berlangganan berita selamatkan bumi dan dunia
Tanggungjawab bersama atas perubahan iklim dan suhu bumi yang memburuk ini, perlu disuarakan secara masif.
Sebenarnya, sudah disuarakan. Sudah pula digaungkan. Namun ternyata, banyak sekali tantangannya.
Menurut Anton Aprianto selaku Pemimpin Redaksi Tempo.co yang juga turut sebagai pembicara dalam talkshow Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia beberapa hari lalu, tulisan berisi investigasi lingkungan itu, sepi pembaca.
"Memang tantangannya, ketika muncul investigasi seperti ini, dibandingkan tadi (berita tentang pembesaran dada di Thailand) , itu pembacanya tidak begitu banyak".
Anton bahkan membuat perbandingan pembaca antara berita perceraian salah satu Ustad di Indonesia yang dibaca hingga 2jt dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Sedangkan investigasi mangrove tidak mencapai 100 pembaca.
Kabar baiknya, tulisan seputar investigasi yang panjang ternyata dinikmati oleh pembaca yang setia dan mengerti.
"Dan kami di Tempo meyakini, dengan disrupsi digital, dengan internet yang begitu sangat pesat perkembangannya, investigasi akan menjadi masa depan karena lama kelamaan yang berburu klik (bait), perlahan-lahan juga akan ditinggalkan."
Lalu sebagai awam dan pengguna sekaligus penikmat berita, hal apa yang dapat kita lakukan untuk berkontribusi?
Subscribe!
Sesederhana menggunakan akun berbayar di media Tempo, akan membantu kita mendapatkan informasi aktual, akurat dan tentu tanpa iklan.
Selain kamu terbebas dari konten iklan kurang bermutu, kamu juga telah berkontribusi mempertahankan media-media yang terus menyuarakan lingkungan dan melakukan investigasi di dalamnya.
"Untuk setiap produk jurnalisme berkualitas yang berbayar, yang teman-teman harus login dan langganan itu, kontribusinya dengan membeli" Lanjut Anton.