Demi Konten: Bertempur Tapaki Lumpur

0
Bertempur tapaki lumpur untuk berburu konten | Foto: Efa Butar butar

Belakangan ada konten live yang nyeleneh di Tiktok, anehnya, meski nyeleneh, ternyata masih banyak juga yang bela-belain nonton hingga tayangan berakhir. 

Konten yang kumaksud adalah konten mandi atau berendam di dalam lumpur. Sesekali pemilik konten bahkan menggayung lumpur tersebut dan menyiramkannya ke sekujur tubuhnya.

Apakah konten ini bermanfaat?

Mungkin kalau ada sisi edukasi, seperti manfaat mandi di lumpur, konten tersebut akan lebih bernyawa. Sayangnya pemilik konten hanya sekedar "mandi" di sana. 

Padahal, dilansir dari CNN yang dikutip dari Boldsky, terapi mandi lumpur sebenarnya dapat menjadi pilihan ritual santai di rumah saat sedang stress dengan rutinitas harian, lho.

Kegiatan ini menjadi sangat menenangkan dengan kandungan zat antiimflamasi yang terdapat di dalam lumpur. 

Ngomong-ngomong tentang konten nyeleneh, memang semakin unik dan menarik konten yang dihasilkan, semakin menarik pula untuk disaksikan. Namun bagaimanapun, jangan lupa untuk selalu menyematkan manfaat dari tiap konten yang dihasilkan. 

Nyawa konten bergantung pada keterlibatan kreator di dalam kehidupan itu sendiri

Banyak cara yang dilakukan pegiat konten untuk mendapatkan visual atau tulisan sesuai yang diinginkan dan dibutuhkan. 

Ini sesuai pula dengan pelatihan jurnalistik yang pernah kuikuti. "Bila ingin menangkap sisi humanis dalam sebuah kehidupan, seorang jurnalis harus terjun langsung dalam kehidupan tersebut." Begitu kurang lebih pesan yang kuingat dan kubawa dalam hati hingga kini. 

Dan nyatanya memang demikian. 

Tulisan atau visual akan lebih bernyawa bila kita turut serta di dalamnya. Tak sekedar meraba atau melihat dari kejauhan saja. 

Kamu yang langsung berjalan di atas pematang sawah untuk menyaksikan langsung perjalanan panjang petani yang bersiap menanam padi, akan membawa cerita yang berbeda dan lebih menyentuh  dengan mereka yang hanya menghasilkan konten lewat dengar-dengar saja. 

Demi konten: bertempur tapaki lumpur

Ini yang kualami bulan lalu. 

Hampir 2 Km jauhnya berjalan kaki di atas pematang sawah. Setiap petani mengusung beberapa ikatan semai di tangannya. Ringan sebetulnya, namun semakin lama berjalan, semakin terasa juga bebannya. 

"Tuan rumah" bahkan membawa beban lebih berat, sebut saja termos berisi teh manis panas yang akan jadi minuman mereka siang nanti, ada juga air putih di dalam jerigen, dan sejumlah peralatan lain yang kemudian dirapikan dalam sebuah ember besar. 

Ember besar itulah yang kemudian diusung di atas kepalanya. 

Tak usai di sana, ia juga harus menapaki jalanan berlumpur yang kian basah dan licin dihantam hujan malam tadi. Salah salah sedikit, keseimbangan tubuhnya mungkin akan kacau lalu jatuh bersama dengan ember dan isi yang dibawanya. 

Aku pernah merasakan ini saat kecil dulu. Hampir 1 dekade lamanya tak lagi pernah terlibat, aku memutuskan untuk turut serta bersama mereka. 

Bukan untuk menanam padi, tentu saja. Aku mengakui kemampuanku yang masih sangat jauh dari mereka yang sekali tunduk satu petak sawah habis dilibasnya. 

Aku datang ke sana menikmati perjalanan jauh sekaligus menantang nyali dengan kemungkinan berhadapan dengan binatang aneh yang mereka sebut dengan nama Pacet. Entah untuk apa Tuhan menciptakan binatang satu itu. 

Aku di sana berburu konten. Kala itu, ada sebuah program dari salah satu perusahaan swasta yang meminta visual bertema semangat dan gotong royong. Menurutku, apa yang para petani ini kerjakan sudah lebih dari cukup mendeskripsikan tema yang diminta. 

Pilu sekali rasanya melihat para ibu yang rerata sudah berumur setengah abad itu masih harus berjibaku dengan lumpur seharian. 

Pilu sekali kala ingin menghentikan mereka namun satu-satunya pilihan untuk bertahan hanya pekerjaan ini doang. 

Hari itu, demi konten, aku bertempur tapaki lumpur. Kebutuhan kontenku memang terpenuhi, tapi tidak dengan hati yang terus mencari bagaimana agar kaum ibu ini berhenti dengan penghasilan terus berjalan kembali. 

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)