![]() |
Ilustrasi BBM Bersubsidi | Foto: CNN Indonesia |
Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah bahan bakar yang berasal atau diolah dari minyak bumi yang menjadi sumber energi untuk digunakan oleh seluruh masyarakat dunia.
BBM dimanfaatkan untuk berbagai aspek kehidupan, mulai dari industri skala besar, UMKM, transportasi, hingga rumah tangga.
Sebegitu pentingnya, Pemerintah terus berupaya mendistribusikan energi ini agar keberadaannya merata hingga ke tangan lintas kalangan di Indonesia, salah satunya dengan menghadirkan BBM bersubsidi dan non subsidi.
Dilansir dari money.kompas.com, BBM subsidi adalah bahan bakar minyak yang dibantu oleh Pemerintah, dibiayai menggunakan dana anggaran pendapatan belanja negara atau APBN. Sedangkan BBM non subsidi adalah bahan bakar minyak yang diperjualbelikan tanpa adanya campur tangan pemerintah.
Secara lengkap, perbedaan BBM subsidi dan non subsidi dapat dilihat lewat tabel di bawah ini
![]() |
Tabel perbedaan BBM Subsidi dan non subsidi | sumber: IndonesiaBaik.id |
Hal ini penting dilakukan sebab hingga kini, BBM masih terus jadi andalan sebagian besar masyarakat terutama dalam bidang transportasi. Topik ini menjadi kian menarik sebab untuk menuju perekonomian yang semakin kuat, maka transportasi menjadi salah satu urat nadi dalam suatu bangsa.
Masalahnya adalah, menurut pemerintah, BBM bersubsidi saat ini lebih banyak dinikmati oleh kelompok rumah tangga yang mampu.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, jika demikian, apakah BBM bersubsidi telah tepat sasaran? Apa pula yang harus dilakukan agar penyaluran BBM bersubsidi bisa dinikmati oleh warga dari golongan tidak mampu?
Untuk menjawab pertanyaan ini, KBR Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyelenggarakan diskusi publik dengan mengusung tema "Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran Di Wilayah DKI Jakarta" yang dilaksanakan secara daring via Zoom pada Selasa 8/11.
Bukan tak berdasar, pemilihan DKI Jakarta dalam topik ini dilakukan sebab data statistik menyebutkan bahwa sebanyak 35% kendaraan pribadi berputar di Jakarta dan Jabodetabek sehingga penting sekali untuk segera diselesaikan.
Indonesia tertinggal dalam urusan penggunaan BBM
![]() |
Ilustrasi pengisian bahan bakar di luar negeri | Sumber foto: dolphin-charger.com |
Dalam kesempatan tersebut, Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Harian YLKI menyepakati bahwa Jakarta memang telah memiliki transportasi massa yang sangat bagus.
"Bagaimanapun penggunaan kendaraan roda dua dan empat sangat dominan. Artinya, ia menyerap banyak sekali bahan bakar yang digunakan dan dialokasikan di kota jakarta." Ujarnya.
Sayangnya di sisi berbeda, dengan kondisi masifnya kendaraan di Jakarta justeru membawa 70% polusi sehingga membuat kota ini diklaim menjadi salah satu kota terpolusi di Indonesia bahkan dunia karena dipicu oleh penggunaan bahan bakar yang belum standard Euro atau belum standard lingkungan.
"Sehingga di sini, ada aspek ketidakadilan ekonomi karena pengguna kendaraan pribadi mayoritas adalah roda empat dan itu kita kategorikan sebagai orang mampu dan di sisi lain juga menjadi tidak adil secara ekologis karena kemudian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari penggunaan bahan bakar itu menjadi sangat tinggi." Lanjut Tulus.
Menghadapi permasalahan ini, penting untuk mendapatkan kerjasama lintas sektor dari berbagai pihak dan perlu pula melakukan sosialisasi untuk mendorong masyarakat agar memanfaatkan transportasi umum dan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan di wilayah Jakarta sehingga diharapkan dapat mengurai permasalahan polusi dan kemacetan.
Bila dibandingkan dengan kota-kota besar dunia seperti Eropa, Amerika, Jakarta termasuk kota yang sudah ketinggalan dalam urusan penggunaan BBM. Di negara-negara tersebut, bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar yang berkualitas dan ramah lingkungan.
![]() |
Tulus Abadi saat memberikan pemaparan dalam diskusi publik | Foto: Tangkap layar zoom |
Katakan saja bahan bakar level Euro 6 yang telah digunakan di Eropa. "Sekalipun masih fossil, tetapi dampak emisinya sangat rendah." Jelas Tulus.
Untuk menuju Jakarta yang layak huni, kota ini perlu segera bertransformasi menggunakan bahan bakar yang berkualitas dan lebih ramah lingkungan.
Sejalan dengan itu, Maompang Harahap, ST., M.M. selaku Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas berharap agar masyarakat yang sudah mampu, tidak mengonsumsi BBM bersubsidi yang seharusnya bukalah haknya.
Menurut Maompang, sebetulnya kriteria pengguna untuk EBT Solar sudah ditentukan dalam Perpres 191 tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
"Kalau sudah ada pengaturan yang seperti ini, maka sebenarnya kita berharap masyarakat itu bisa dengan kesadaran penuh, gitu Pak ya, bisa menjadi konsumen pengguna BBM yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan." Ujar Maompang.
Kenaikan harga BBM Bersubsidi dan pengaruhnya dengan kualitas udara di Jakarta
![]() |
Transjakarta | Sumber foto: Detik.com |
Baru saja Indonesia menghembuskan nafas lega dengan kian landainya kasus Covid-19, kini masyarakat dipaksa kembali memutar otak akibat harga BBM yang merangkak naik.
Namun di sisi berbeda, kenaikan harga BBM rupanya membawa pengaruh yang baik terhadap kebersihan udara di kota Jakarta.
"Sejak bulan September, sejak adanya kenaikan BBM Subsidi ini sampai dengan saat ini, selama 65 hari, kecenderungan kualitas udaranya membaik. Jadi Indeks Standard Pencemar Udara (ISPU) yang tercatat di kami, di KLHK, itu nilainya menurun." Begitu disampaikan Luckmi Purwandari, ST. M.SI. selaku Direktur Pencemaran Udara KLHK.
Luckmi juga menyebutkan bahwa hal ini bisa saja terjadi karena banyak masyarakat yang merasa BBM mahal sehingga beralih menggunakan transportasi umum. Bisa juga karena bahan bakar yang ada saat ini memang lebih baik kualitasnya.
Transportasi publik yang memadai, upaya mengurai macet serta menghemat BBM subsidi dan non subsidi
Bicara seputar transportasi publik, penting untuk memperhatikan aspek kenyamanan dan keamanan pengguna.
Dr. Syafrin Liputo, A.T.D.,M.T selaku Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebutkan ekspektasi masyarakat untuk mendapatkan layanan angkutan umum terbaik harus bisa dipenuhi.
"Begitu ekspektasi masyarakat dipenuhi, maka yang tadinya misalnya menggunakan kendaraan pribadi, itu mereka akan beralih ke layanan angkutan umum" Ungkapnya.
Nantinya, layanan angkutan umum yang telah memadai, bila digunakan secara masif oleh masyarakat akan berkorelasi pula terhadap turunnya konsumsi baik BBM subsidi maupun non subsidi.
Hal ini terbukti, salah satunya dengan pelaksanaan integrasi secara utuh ditinjau dari prasarana, sarana, rute, layanan, jadwal, tarif dan sistem pembayaran serta integrasi data dan informasi di lingkup Transjakarta, ternyata berhasil menaikkan jumlah penumpangnya.
"Terakhir, setelah keseluruhannya diintegrasikan secara utuh, berdasarkan data kami, sebelum pandemi Covid-19, penumpang Transjakarta naik 3 kali lipat. Dari 350.000 per hari pada tahun 2016-2017, naik menjadi sempat menyentuh angka 1.041.000 pada Januari 2020" Lanjut Liputo.
Kenaikan jumlah penumpang ini sekaligus menunjukkan terjadinya perubahan dari pengguna kendaraan pribadi ke layanan angkutan umum.
Perubahan ini juga menjadi bukti nyata bahwa transportasi publik yang memadai, dapat mengurai macet sekaligus menghemat penggunaan bahan bakar.
Apa yang bisa kita lakukan?
Bicara tentang BBM bersubsidi tepat sasaran, polusi dan kemacetan di ibukota, tentu bukanlah hal yang mudah, namun bukan berarti pula tak bisa. Meski memang, prosesnya akan sangat panjang.
Luckmi menyebutkan, pencemaran udara dipengaruhi oleh banyak hal.
Dari sumber pencemar misalnya, ada kendaraan, industri, dan kegiatan manusia sehari-hari.
Bisa pula berasal dari Meteorologi seperti musim, kecepatan dan arah angin, topografi, bangunan-bangunan yang ada di suatu daerah, bencana alam, termasuk bagaimana alat pemantau kualitas udara tersebut dipasang.
Alat pemantau kualitas udara yang dipasang di dekat jalan raya, tentu hasilnya akan berbeda dengan yang dipasang di atas gunung meski keduanya berada di kabupaten yang sama.
Tak peduli sebanyak apapun sumber pencemaran udara, sebetulnya, manusia juga memiliki kekuatan penuh untuk menentukan awan Jakarta biru atau abu-abu.
"Sebagai manusia atau kita yang punya akal, punya ilmu, kitapun perlu memperbaikinya dengan cara misalnya mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, lebih banyak menggunakan kendaraan umum, kalau jarak pendek, (bisa) berjalan kaki dan tentu bisa dengan naik sepeda." Ujar Luckmi.
Warga juga dianjurkan untuk terlibat dalam penanaman pohon demi mendapatkan udara yang lebih sehat dan lingkungan yang lebih sejuk. Dengan demikian, disadari atau tidak, warga telah terlibat dalam penghematan energi karena mengurangi penggunaan AC.
Selain itu, ada langkah lain yang dapat dilakukan demi mewujudkan Jakarta yang layak huni, yakni penerapan parkir progresif dengan harga yang relatif lebih tinggi bila mobil belum lulus uji emisi baik karena bahan bakar juga karena teknologi mobilnya.
Pemerintah atau institusi juga diharapkan untuk menghadirkan bengkel uji emisi dengan harga yang terjangkau. Hasil uji emisi tersebut nantinya akan menjadi syarat membayar pajak, hingga biaya parkir terhadap sebuah kendaraan.
Mendadak campaign seputar BBM ala selebgram
Dalam diskusi publik yang dihadiri sejumlah pembicara profesional dari lintas sektor, KBR Indonesia dan YLKI juga melibatkan sejumlah influencer dan selebgram yang umumnya memiliki pengaruh kuat untuk menjelaskan dan mengajak masyarakat dengan cara yang ringan, sederhana, menarik dan mudah dimengerti untuk turut terlibat dalam PR bersama ini.
Sebut saja Tifani Hernang, Ardhi Irsyad, Nadhea Tanj serta Henry Chan.
Bagi Tifani, pemanfaatan transportasi umum seperti Commuter line tak hanya menjadi upaya mengurangi polusi, menurutnya penggunaan alat transportasi ini juga memberikan efisiensi waktu serta kenyamanan menuju tempat tujuan.
"Kita ngga kejebak macet, kita juga ngga panas-panasan. Kalau misalnya naik ojol kan masih kena panas nih, kadang. Kalau kita naik KRL, kita masih kebantu, apalagi sekarang musim hujan juga." Ujarnya.
Berbeda dengan Tifani, Henry justeru merasakan kehadiran transportasi umum membawa dampak yang sangat baik dari sisi ekonomi. "Karena angkutan umum sekarang lebih murah dan lebih efisien." Katanya
Ada sejumlah rute yang kerap dijajalnya sembari meracik konten.
Dalam diskusi publik yang berlangsung, tercetus pula sebuah campaign yang mungkin dapat diterapkan sejumlah pekerja di kota Jakarta, yakni "A day in my life: Jalur-jalur cepat untuk budak kooporate biar ngga telat!"
Penyaluran BBM bersubsidi hingga kini memang masih jadi tugas berat sebab kerap sekali ditemukan kendaraan-kendaraan mewah justeru memilih menggunakan BBM bersubsidi alih-alih non subsidi.
Hal ini juga jadi catatan penting bagi pemerintah untuk mengeluarkan ukuran atau patokan apa yang paling tepat untuk menentukan layak tidaknya seseorang menggunakan Pertalite atau BBM bersubsidi, sehingga tak hanya simpang siur tentang layak tidaknya seseorang didasarkan pada profesi.