![]() |
Ilustrasi kusta | Foto: Freepik |
Kasus kusta di Indonesia
Tahukah kamu bahwa ternyata pemerintah memiliki program untuk menanggulangi kemiskinan bagi OYPMK dan penyandang disabilitas?
Dalam 10 tahun terakhir, penempuan kasus baru kusta di Indonesia cenderung stagnan, yakni sekitar 16.000-18.000 orang.
Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia setelah India dan Brazil.
Per tanggal 24 Januari 2022, data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat jumlah kasus kusta terdaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Sedangkan di tahun 2021, tercatat 6 provinsi dan 101 kabupaten dan kota yang belum mencapai eliminasi kusta.
Data ini menjadi indikasi adanya keterlambatan penemuan dan penanganan kusta serta ketidaktahuan masyarakat tentang tanda kusta dan stigma terhadap penyakit tersebut membuat kesadaran untuk memeriksakan diri orang dengan gejala kusta menjadi rendah. Akibatnya, penularan kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta menjadi tinggi.
Baca juga: Mengenali Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK
Diskriminasi pada OYPMK dan dampak ditilik dari sisi kestabilan taraf hidup
Dikutip dari laporan catatan akhir tahun formasi disabilitas, berdasarkan sejumlah pengalaman OYPMK, diskriminasi terhadap mereka, masih terus ditemui. Diskriminasi tersebut termasuk pula dalam urusan pekerjaan.
Dampaknya adalah, OYPMK dan disabilitas mengalami ketidakpercayaan diri yang tentu akan membuat mereka sulit untuk kembali berbaur dengan masyarakat. Lebih jauh lagi, diskriminasi ini akan membuat OYPMK dan disabilitas sulit mendapatkan taraf hidup dan lingkungan yang inklusif hanya akan menjadi impian belaka.
Tak heran bila kemudian muncul pertanyaan, benarkah kusta dan disabilitas identik dengan kemiskinan?
Talkshow ruang publik KBR menjawab
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia, mengadakan talkshow dengan tajuk serupa.
Dalam kesempatan ini dihadirkan pula Bapak Sunarman Sukamto, Amd selaku Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staff Kepresidenan dan Ibu Dwi Rahayuningsih selaku Perencana Ahli Muda Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas.
Acara ini dapat disimak di 105 radia jaringan KBR seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua, sedangkan bagi yang berada di Jakarta, dapat mendengarkan di 104.2 FM, live streaming via website KBR.ID atau di channel YouTube, Berita KBR.
Penyandang disabilitas dan OYMPK identik dengan kemiskinan, benarkah?
Menurut Bapak Sunarman yang kerap dipanggil Pak Maman ini, isu kusta harus didekati dengan kolaborasi multi sektor, lintas kementerian, lembaga dan Pemerintah Daerah termasuk melibatkan orang yang sedang dan pernah mengalami kusta itu sendiri.
"Karena teman-teman (orang yang sedang dan OYPMK) inilah yang akan jadi agen perubahan agar kusta tak lagi diidentikkan dengan kemiskinan."
Bicara soal disabilitas, menurut Pak Maman, Undang-undang menuliskan bahwa kusta merupakan salah satu penyakit yang membuat penderitanya menjadi penyandang disabilitas sehingga penanganannya menjadi bagian yang harus diutamakan.
"Presiden menyatakan, menegaskan, bahwa paradigma negara, pendekatan negara pada penyandang kusta adalah paradigman HAM, bukan lagi paradigma charity atau belas kasihan. Itulah mengapa isu disabilitas dilekatkan dengan isu HAM. HAM dan Disabilitas, gitu" Tutur Pak Maman.
Menurut Bu Dwi, sebetulnya orang yang sedang menyandang kusta, OYPMK serta disabilitas tak bisa serta merta disebut miskin, namun lebih ke alasan di balik kemiskinan itu yang belum sepenuhnya berpihak kepada mereka.
Salah satunya adalah adanya stigma di masyarakat yang kemudian membatasi kontribusi aktivitas sosial dan produktif bagi OYPMK dan disabilitas. Stigma ini termasuk pula batasan atas pendidikan, pekerjaan, wirausaha hingga diskriminasi saat pengajuan modal usaha bagi OYPMK dan disabilitas.
Tentu batasan ini akan sangat berdampak pada produktivitas OYPMK dan disabilitas serta upaya mereka untuk meningkatkan taraf hidup.
Program Pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK
Baca juga: Kesetaraan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Bagi OYPMK dan Remaja Disabilitas
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, untuk mewujudkan OYPMK dan disabiltas yang berdaya, butuh kolaborasi multi pihak.
Bu Dwi menyebutkan, ada sejumlah program yang sudah dijalankan melalui Kementerian Sosial untuk menanggulangi kemiskinan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK, yakni:
- Bantuan sembako
- Bantuan asistensi rehabilitasi sosial dan penyaluran alat bantu
- Kemandirian usaha utamanya bagi penyandang disabilitas dan OYPMK yang masih mengalami diskriminasi
- Menyelenggarakan shelter eks kusta, yakni penyediaan tempat bagi OYPMK yang berada di JaTim tepatnya Dusun Sumber Glagah Desa Tanjung Kenongo, di desa Banyumanis, JaTeng serta kompleks penderita kusta Jongaya, di Makassar.
Selain program yang telah dilaksanakan di atas, ternyata Pemerintah juga sudah menyiapkan sejumlah kebijakan yang diharapkan bisa direalisasikan segera, yaitu Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas dengan sejumlah sasaran strategis,
- Jangkauan bantuan dan perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas dan OYPMK
- Memberikan 1% kuota minimum untuk perusahaan, dan 2% untuk pemerintah termasuk BUMN dan BUMD
- Peningkatan layanan keuangan inklusif
- Return to work untuk memastikan penyandang disabilitas tetap bekerja di perusahaannya
- Mendorong peran perusahaan swasta melalui CSR
Pemerintah terus mendorong agar tidak ada OYPMK dan penyandang disabilitas yang tertinggal dari program-program Pemerintah, termasuk urusan pekerjaan.
Dalam salah satu regulasi yang telah ditetapkan, Pak Maman menyebutkan, sebuah perusahaan tidak diperkenankan untuk merekrut pekerja berdasarkan disabilitas atau tidaknya seseorang, melainkan kompetensi dan kapasitas yang dimiliki calon pekerja.
Bila calon pekerja adalah seorang OYPMK atau penyandang disabilitas, memiliki kepasitas dalam suatu bidang namun ditolak karena kondisi yang dialami, maka OYPMK dan penyandang disabilitas tersebut dapat melaporkan kejadian.
"Praktek seperti ini masih banyak, karena belum banyak atau belum semua orang yang tahu bahwa ada regulasi yang mengayomi." Ujar Pak Maman.
Kasus tersebut ada yang berakhir dengan cepat, namun ada juga yang sampai dibawa ke jalur hukum sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk mengarusutamakan kesetaraan hak di bidang ketenagakerjaan terutaman di sektor formal.
Tahapan pelaporan dimulai dengan korban melaporkan pada dinas ketenagakerjaan setempat, bila tidak ditindaklanjuti dengan baik, korban bisa melanjutkan laporan langsung ke Kantor Staff Kepresidenan.
Sebagai informasi, saat ini, semua dinas ketenagakerjaan baik kabupaten dan kota, diwajibkan untuk membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan. ULD ini akan menjadi penghubung antara pemberi dan pencari kerja.