Edukasi Merata, Hingga Kita Bebas Dari Stigma, Hingga Kita Bebas dari Kusta

0

 

Ilustrasi kusta | Foto: Freepik diolah kembali dengan Canva

Tahun 2021 ke atas, mungkin bisa dibilang, aku termasuk orang yang belum melek tentang penyakit kusta. 

Mendengar namanya saja, aku seolah ditarik ke dalam sebuah kitab tentang penyakit Ayub. Cerita ini ada di kitab lintas agama. 

Di sana dijelaskan bahwa kusta merupakan penyakit kulit dengan nanah yang terus keluar dari ujung kulit kepala hingga kaki. Membayangkannya saja memang bergidik rasanya. 

Cerita ini terus menutup bungkus imajinasi tentang kusta hingga di usia dewasa. Sampai dipatahkan tak bersisa oleh KBR Indonesia yang bekerja sama dengan NLR Indonesia yang dengan rutin terus memberikan edukasi, mengupas tuntas tentang kusta dan menghapus stigma kusta di negeri ini. 

Bagi kamu yang ingin mendengarkan dan mendapatkan penjelasan seputar kusta secara runut dan detail, kamu juga bisa mendengarkan acara yang sama dari KBR Indonesia. 

Acara ini dapat disimak di 105 radio jaringan KBR seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua, sedangkan bagi yang berada di Jakarta, dapat mendengarkan di 104.2 FM, live streaming via website KBR.ID atau di channel YouTube Berita KBR

Macam-macam stigma kusta di Indonesia

Stigma merupakan tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Dampaknya, mereka yang terkena stigma sosial akan dikucilkan oleh seseorang atau sekelompok orang. 

Dan kusta ini menjadi salah satu penyakit yang banyak sekali stigmanya di Indonesia. 

Ada yang bilang penyakit kusta itu mudah menular. Akibat penularannya, orang dengan penyakit kusta pun dikucilkan. Parahnya lagi, meski telah pulih, Orang yang Pernah Mengalami Penyakit Kusta (OYPMK) pun tetap dikucilkan juga. 

Jadi sebetulnya, selama edukasi belum merata dan stigma masih terus merajalela, selama itu juga orang dengan penyakit kusta serta OYPMK terkungkung dalam diskriminasi dan terpenjara dalam melakukan hidup bersosialisasi. 

Selain itu, banyak pula stigma beredar bahwa kusta tak dapat disembuhkan. 

Perlakuan diskriminasi dari masyarakat, membuat pasien kusta dan OYPMK kemudian membatasi diri. Merasa tak berharga, tak ingin bergaul, tak mau bersosialisasi, anak-anak bahkan kerap tak ingin terlibat dalam dunia sekolah hanya karena takut akan stigma yang belum jelas kebenarannya. 

Dampak ke depannya, saat seorang anak memutuskan tak ingin sekolah hanya karena stigma, maka saat itu juga masa depannya dipertanyakan. Bagaimana akan bertahan hidup bila tak memiliki ilmu dan kemampuan? Skill apa yang akan dimiliki bila tak belajar di dunia ini? Padahal keduanya bisa diperoleh di sekolah formal juga sekolah kehidupan atau hidup sosial. 

Pasien kusta dewasapun sama. Pasien kusta yang pulih total akan menjadi disabilitas. Kondisi ini tak lepas juga dari urusan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam urusan mengembangkan potensi lewat bekerja sebagaimana orang-orang non kusta lainnya di perkantoran hingga di Pemerintahan. 

Jadi sebetulnya, siapa yang membawa kemungkinan kemiskinan di tengah-tengah pasien kusta dan OYPMK itu? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, izinkan aku sedikit berbagi edukasi lewat berbagai materi yang juga kuperoleh dari KBR dan NLR Indonesia. 

Sungguh, materi-materi yang mereka sampaikan sebegitu lengkap, mengedukasi dan membukakan pikiran hingga rasanya sangat sayang untuk dilewatkan. 

Sekali saja kita mencoba mendengarkan pelurusan stigma dari KBR dan NRL, maka akan timbul keinginan-keinginan lain untuk mendengarkan tema-tema berbeda dari OYPMK. Topik ini menarik sekali. Sayang saja edukasinya belum merata hingga ke pelosok Indonesia. 

Kupas tuntas stigma kusta, kebenaran serta Solusi nya dari KBR dan NLR Indonesia

1. Menular akibat kontak erat bukan sekedar berpandangan atau sekedar lewat

Januari 2021, Kemenkes merilis data bahwa total kasus kusta di Indonesia ada 16.704 orang. Jumlah ini membuat Indonesia menjadi negara tertinggi ketiga pengidap kusta setelah India dan Brazil. 

Kusta atau sering juga dikenal dengan sebutan lepra merupakan sebuah penyakit yang menyerang saraf kulit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae (M. Leprae).

Kusta ada dua jenis, kusta basah dan kusta kering yang bila tak segera ditangani, keduanya sama bahayanya.

Kusta kering tergolong infeksi ringan karena jumlah bakterinya lebih sedikit. Proses pengobatannya umumnya memakan waktu hingga 6 bulan dengan tanda bercak kurang dari 5.

Kusta basah ditandai dengan bercak yang lebih banyak dari 5, permukaan kulit basah dan mengkilap. Kerusakan saraf dari kusta basah memang cenderung lambat, hanya saja, kusta jenis ini lebih mudah menular dibandingkan kusta kering. Penularan biasanya terjadi akibat kontak erat dengan penderita.

Kontak erat ya, bukan saling berpandangan atau berpapasan membuat penyakit ini jadi menular. Aku harap satu statement ini sudah meluruskan satu stigma yang beredar di masyarakat. 

Tingginya tingkat pasien kusta di Indonesia lebih karena kurangnya pemahaman tentang penyakit ini. Bila saja pasien kusta dibawa dan dirawat begitu gejala sudah terdeteksi, maka dampaknya bisa ditekan seminimal mungkin. 

Untuk itu, kenali gejala kusta yang dimulai dengan kulit berupa bercak putih seperti panu, kadas atau bercak kemerah-merahan. 

Tak hanya itu, gejala juga ditandai dengan kurangnya rasa atau hilangnya rasa pada pasien, tidak gatal, tidak sakit, pasien tidak berkeringat atau tidak berambut. 

Awalnya mungkin pasien kusta tak terganggu dengan gejala ini. Namun, jangan abai! Bila mendapati gejala-gejala seperti di atas, segera lakukan pemeriksaan ke Puskesmas terdekat. 

Ya, pasien kusta dibawa ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan penanganan, sebab kusta BISA DISEMBUHKAN.

2. Kusta bisa disembuhkan

Ya, kamu ngga salah baca! Kusta bisa disembuhkan!

NLR Indonesia pernah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal untuk melakukan Kemoprofilaksis atau Post Exposure Prophylaxis (PEP) di tahun 2020. 

Kemoprofilaksis kusta adalah pemberian obat yang ditujukan untuk pencegahan kusta.

Obat yang diberikan adalah Rifampisin yang diketahui sebagai obat antibakteri terhadap kuman kusta (Micobacterium Leprae). Efektivitas Rifampisin dosis tunggal dalam mencegah kusta ini mencapai hingga 62 persen. 

Rifampisin ini, bisa kamu dapatkan di Puskesmas secara gratis, lho! Jadi bagi yang mengalami kusta, jangan takut berobat, ya! 

Tak hanya itu, menurut ibu Sierli Natar, S.Kep selaku wasor (Wakil Supervisor) TB/Kusta, Dinas Kesehatan kota Makassar, ada kiat-kiat khusus agar penderita kusta bisa sembuh dan terhindar dari disabilitas, yaitu dengan melakukan perendaman pada daerah-daerah yang mengalami penebalan. 

Bagian tersebut kemudian digosok dengan menggunakan batu apung agar penebalan berkurang. Selanjutnya diolesi dengan minyak kelapa, lalu istirahat yang cukup. Begitu seterusnya setiap hari. Harapannya, dengan rutinitas tersebut, pasien yang berpotensi mengalami cacat akibat kusta bisa dihindari. 

Perawatan ini mudah sekali bukan? Bahannya pun mudah didapat. Tinggal bagaimana pasien mau konsisten melakukannya dan tidak absen barang sehari agar kesembuhan bisa lebih cepat dan optimal. 

Hadirnya Rifampisin di tengah-tengah pasien kusta dan kiat perawatan yang diberikan Ibu Sierli, harapannya bisa mematahkan stigma kedua. Ya, penyakit kusta, bisa disembuhkan

3. Benarkah kusta identik dengan kemiskinan?

Dikutip dari laporan catatan akhir tahun formasi disabilitas, berdasarkan sejumlah pengalaman OYPMK, diskriminasi terhadap mereka, masih terus ditemui. Diskriminasi tersebut termasuk pula dalam urusan pekerjaan.

Dampaknya adalah, OYPMK dan disabilitas mengalami ketidakpercayaan diri yang tentu akan membuat mereka sulit untuk kembali berbaur dengan masyarakat. Lebih jauh lagi, diskriminasi ini akan membuat OYPMK dan disabilitas sulit mendapatkan taraf hidup dan lingkungan yang inklusif hanya akan menjadi impian belaka. 

Menurut Ibu Dwi Rahayuningsih selaku Perencana Ahli Muda Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas, OYPMK serta disabilitas tak bisa serta merta disebut miskin, namun lebih ke alasan di balik kemiskinan itu yang belum sepenuhnya berpihak kepada mereka. 

Salah satunya adalah adanya stigma di masyarakat yang kemudian membatasi kontribusi aktivitas sosial dan produktif bagi OYPMK dan disabilitas. Stigma ini termasuk pula batasan atas pendidikan, pekerjaan, wirausaha hingga diskriminasi saat pengajuan modal usaha bagi OYPMK dan disabilitas.

Tentu batasan ini akan sangat berdampak pada produktivitas OYPMK dan disabilitas serta upaya mereka untuk meningkatkan taraf hidup.

Perlu diketahui pula, Pemerintah memiliki sejumlah program yang sudah dijalankan melalui Kementerian Sosial untuk menanggulangi kemiskinan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK, yakni:

  1. Bantuan sembako
  2. Bantuan asistensi rehabilitasi sosial dan penyaluran alat bantu
  3. Kemandirian usaha utamanya bagi penyandang disabilitas dan OYPMK yang masih mengalami diskriminasi
  4. Menyelenggarakan shelter eks kusta, yakni penyediaan tempat bagi OYPMK yang berada di JaTim tepatnya Dusun Sumber Glagah Desa Tanjung Kenongo, di desa Banyumanis, JaTeng serta kompleks penderita kusta Jongaya, di Makassar. 

Tak hanya itu, Pemerintah juga sudah menyiapkan sejumlah kebijakan yang diharapkan bisa direalisasikan segera, yaitu Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas dengan sejumlah  sasaran strategis,

  1. Jangkauan bantuan dan perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas dan OYPMK
  2. Memberikan 1% kuota minimum untuk perusahaan, dan 2% untuk pemerintah termasuk BUMN dan BUMD
  3. Peningkatan layanan keuangan inklusif
  4. Return to work untuk memastikan penyandang disabilitas tetap bekerja di perusahaannya
  5. Mendorong peran perusahaan swasta melalui CSR

Pemerintah terus mendorong agar tidak ada OYPMK dan penyandang disabilitas yang tertinggal dari program-program Pemerintah, termasuk urusan pekerjaan. 

Harapannya, program-program ini lebih merata ke seluruh penjuru Indonesia sehingga pasien-pasien kusta bisa mendapatkan haknya dan dapat mengembalikan percaya dirinya untuk hidup produktif lewat berbagai kemampuan yang dimiliki. 

Lewat poin ini, semoga stigma lain yang mengatakan mengapa kusta identik dengan kemiskinan, bisa kita patahkan

Apa yang bisa kita lakukan?

Pasien kusta dan OYPMK sering mengalami self stigma, yakni respon negatif terhadap diri sendiri. Padahal, bila hal ini terus menerus terjadi, bisa memicu reaksi kusta dan menyebabkan menurunnya semangat OYPMK untuk sembuh. 

Lalu, selain meluruskan stigma, hal apa lagi yang bisa kita lakukan?

  1. Turut menyuarakan Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA). Tentu didasari dengan fakta terpercaya dari pakarnya. Kamu bisa mengedukasi diri dengan mendengarkan YouTube Berita KBR agar edukasi yang kamu berikan entah lewat tulisan, mulut ke mulut dari lingkup keluarga hingga orang-orang lain di luar sana lebih kredibel dan terpercaya
  2. Memberi dukungan dan rangkulan penuh terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas
  3. Membantu penyandang disabilitas dan OYPMK mendapatkan kembali rasa percaya dirinya untuk bisa menjalani kehidupan normal
  4. Berani memberikan edukasi, seperti kusta tidak menular hanya dengan berlalu atau papasan saja, kusta juga bisa pulih bila penderitanya menjalani pengobatan secara rutin dan teratur hingga obat kusta bisa didapat secara cuma-cuma di puskesmas terdekat
  5. Berani merangkul OYPMK saat mereka menarik diri. Nazzarudin misalnya, seorang pelajar laki-laki yang dinyatakan terkena kusta pada tahun 2021. Ia mengaku, penyakit yang diderita nya membuatnya gemetar dan sangat takut untuk keluar. Akhir bahagia terlihat di akun Instagram NLR Indonesia, Nazzarudin kembali menjalani hari-hari seperti biasa, bersekolah seperti biasa dengan teman-temannya yang ada di sana, mendampingi dan berani merangkulnya. Hangat sekali melihatnya. 
  6. Pemerintah juga diharapkan berkontribusi untuk melakukan sosialisasi seputar kusta lewat berbagai media termasuk iklan layanan masyarakat 
  7. Melibatkan OYPMK dan kegiatan sehari-hari tanpa menghubung-hubungkan kusta di dalamnya. 

Kita perlu bersatu bersama untuk Indonesia bebas kusta dengan melakukan langkah-langkah di atas. Dukungan penuh kepada pasien kusta akan membantu mereka mendapatkan kembali rasa percaya dirinya. 

Selain itu, dukungan dan fakta bahwa kusta bisa disembuhkan akan membangkitkan pikiran positif bagi pasien dan OYPMK. Ini penting dimiliki pasien kusta sebab mental kuat, kusta lenyap. 

Harapan lainnya, dengan berbagai stigma yang sudah kita luruskan bersama-sama, stigma kusta akan menjadi cerita lama, dan pasien kusta akan menjalani perawatan intens hingga pulih total lalu kembali ke masyarakat untuk hidup bersama. 

Ayo terus bantu edukasi lebih merata, hingga kita bebas dari stigma, hingga kita bebas dari kusta. 

Terima kasih KBR Indonesia dan NRL Indonesia untuk edukasinya yang luar biasa!

Sumber

https://m.kbr.id/ragam/08-2021/pertama_di_jawa_tengah__pencegahan_kusta_dengan_obat/105963.html

https://www.instagram.com/p/CiZqEFVhE_d/

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)