![]() |
Bicara Gizi 2022, pentingnya Serat untuk Anak | Foto: Danone |
Data riset kesehatan dasar tahun 2018 menyebutkan bahwa konsumsi serat pada 95,5% penduduk Indonesia yang berusia di atas 5 tahun, masih kurang. Padahal, serat merupakan salah satu jenis zat gizi yang penting dikonsumsi oleh anak agar sistem pencernaannya bisa bekerja dengan optimal.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa 9 dari 10 anak kekurangan asupan serat dimana rata- rata anak Indonesia usia 1-3 tahun hanya memenuhi 1/4 atau rata-rata 4,7Gr per hari dari total kebutuhan harian. Angka ini setara dengan 1 potong buah dan 2 mangkok sayur ukuran kecil.
Padahal, jumlah ini masih terbilang jauh di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan, yaitu 19Gr serat setiap harinya atau setara dengan 8 buah jeruk atau 10 buah apel.
Kebutuhan serat ini penting untuk dipenuhi pada anak sebab 70% komponen sistem daya tahan tubuh terdapat dalam pencernaan dan merupakan faktor penting pula untuk mendukung tumbuh kembang serta kesehatan yang holistik pada anak.
Hal inilah yang membuat konsumsi makanan berserat pada anak harus terus didorong agar orang tua di Indonesia memahami tentang pemenuhan serat harian bagi tumbuh kembang yang optimal bagi anak, terutama bagi yang mengalami kondisi alergi.
Berdasarkan penelitian, pola makan yang rendah asupan serat memiliki kaitan yang erat dengan kejadian alergi pada anak. Sehingga penting untuk membangun kesehatan dan membentuk sistem penguatan pada anak sejak kecil terutama di masa golden period nya agar bisa memberikan kondisi kesehatan yang optimal.
Danone hadirkan pakar untuk bertukar pikiran seputar kebutuhan serat untuk anak
Kehebatan seorang anak perlu dibangun sejak masa golden periodnya melalui golden nutrition serta golden simulation sehingga bisa mendukung kesehatan holistik dan tumbuh kembang si kecil khususnya untuk si kecil dengan kondisi alergi.
Menghadapi sejumlah data di atas, memiliki misi bringing health through food to as many people as possible, Arif Mujahidin selaku Corporate Communications Director Danone Indonesia membuka fasilitas untuk bertukar pikiran lewat #BicaraGizi2022 dengan menghadirkan pakar di bidang kesehatan, psikolog dan pengalaman langsung dari seorang ibu yang memiliki anak dengan kondisi relevan.
"Topik tersebut kami yakin sangat penting untuk bisa dibahas, ditulis dan dibagikan kepada sejumlah 30jt atau lebih ibu yang memiliki anak balita di Indonesia. Mereka membutuhkan informasi yang menarik dan kredibel. Dengan sudut pandang berbeda, kami yakin informasi ini bermanfaat bagi mereka" ujar Bp. Arif.
Peran serat terhadap kesehatan saluran cerna dan alergi pada anak
Salah satu pembicara profesional yang dihadirkan oleh Danone Indonesia dalam #BicaraGizi2022 ini adalah dr. Endah Citraresmi, Sp.A(K) selaku Dokter Spesialis Anak dan Konsultan Alergi Imunologi.
Menurut dr. Endah, alergi makanan merupakan reaksi menyimpang yang terjadi setelah mengonsumsi makanan tertentu namun yang terjadi melalui mekanisme imun.
Ada dua sebetulnya efek simpang terhadap makanan, yakni alergi makanan melalui mekanisme imunologi, dan yang bukan melalui mekanisme imunologi seperti intoleransi makanan.
Intoleransi laktosa misalnya yang membuat anak tidak bisa mengonsumsi susu sapi, namun bukan karena anak tersebut alergi, lebih karena anak tersebut tidak memiliki enzim laktase.
Contoh lainnya berdebar-debar atau langsung ingin buang air kecil saat mengonsumsi kopi. Hal ini terjadi bukan karena alergi, namun karena adanya kandungan farmakologi dari kafein.
Sedangkan alergi makanan harus melewati mekanisme imunologi. Bila seorang anak mengalami alergi makanan, umumnya orangtuanya juga mengalami hal serupa.
Mengenal alergi makanan
Tabel berikut akan mempermudah kita untuk mengenali gejala alergi makanan.
![]() |
Gejala alergi makanan pada anak | Foto: Tangkap layar webinar Danone |
Pada tabel gejala diperantarai IgE, pada kulit penderita alergi akan mengalami bentol, bengkak atau dikenal juga dengan istilah biduran.
Bentolan ini tak hanya 1 saja, namun dialami hampir seluruh badan. Bisa juga mengalami bengkak di area wajah, di area bibir dan di mata.
Di area saluran cerna, penderita alergi akan langsung mengalami muntah, sakit perut, gatal di rongga mulut (oral allergy syndrome) namun tidak mengalami gatal di area lain.
Di saluran nafas, penderita alergi akan mengalami pilek mendadak, batuk, sesak, hingga mengi mendadak.
"Tapi ini mendadak, bukan untuk kondisi pilek lama. Ada anak pilek berminggu-minggu, batuk berminggu-minggu, itu bukan karena makanan. Kalau karena makanan, pileknya langsung terjadi pada saat dia mengonsumsi makanan tersebut" Papar dr. Endah menjelaskan gejala yang bisa ditemui di area-area tubuh penderita alergi.
Lainnya, di sistemik, penderita alergi juga berpotensi mengalami anafilaksis yang melibatkan berbagai organ dan bahkan bisa menimbulkan kematian.
Pada tabel gejala yang tidak diperantarai IgE, gejala bisa juga terjadi di saluran cerna yang menunjukkan ciri diare (profuse dan kronik), muntah namun tak secepat dibandingkan bila diperantarai IgE, hingga BAB berdarah.
Pada tabel gejala campuran, gejala yang ditunjukkan bisa terlihat pada kulit yang mengalami eksim atopik, yakni anak mengalami kulit kering dan berwarna kemerahan.
"Tetapi harus diingat, bahwa sebagian besar eksim atopik tidak disebabkan oleh makanan. Tapi memang ada sebagian kecil yang penyebabnya adalah makanan, sehingga penting untuk mendiskusikan dengan Dokter apakah ada pengaruh makanan atau tidak. Jangan sampai kita terlalu banyak memantang-mantang" Lanjut dr. Endah.
Banyaknya dampak yang dibawa oleh alergi makanan pada anak, membuat penting untuk menghadirkan tata laksana alergi makanan yakni menghindari makanan penyebab serta memilih makanan pengganti untuk memenuhi asupan nutrisi anak yang bisa didapat lewat konsultasi dengan ahli gizi.
"Karena anak akan dipantang makan makanan tersebut, padahal kita tahu bahwa anak itu butuh tumbuh, maka penghindaran makanan harus berdasarkan diagnosis yang benar. Bukan tebak-tebakan. Sedangkan bayi yang mendapat ASI ekslusif, ibunya yang menghindari makanan tersebut."
Pada anak yang mengalami alergi makanan, sering terjadi gangguan pertumbuhan. Sehingga, penting dilakukan tata laksana yang tepat dan pemantauan pertumbuhan.
Bayi dan anak butuh berbagai zat gizi seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin (Vit A, Vit B12, Vit C dan Vit D) dan serat yang memiliki fungsinya masing-masing bagi tubuh.
Bila selama ini pemenuhan zat gizi anak berfokus pada lemak, protein dan karbohidrat, orang tua Indonesia kini harus bisa pula menyeimbangkan kebutuhan asupan serat pada makanan anak.
Serat sendiri merupakan bagian dari tumbuhan yang tidak dicerna oleh enzim manusia dan memiliki banyak manfaat kesehatan seperti:
- Mempertahankan pola BAB yang sehat,
- Menurunkan risiko penyakit jantung koroner
- Menjadi makanan untuk mikroba usus yang akan difermentasi di bakteri di usus besar
- Kerjasama antara serat prebiotik dan probiotik menghasilkan massa tinja dan memperbaiki pergerakan usus
- Menghasilkan Short-chain fatty acids (SCFAs) untuk mengendalikan lemak dan gula darah
- Menurunkan pH sehingga meningkatkan penerapan Kalsium di usus
- Mengurangi patogen dan metabolit bakteri beracun untuk usus sehingga ke depan dapat menurunkan risiko kanker usus besar
- Berperan memodulasi dan menurunkan peradangan di usus
- Masuk ke pembuluh darah lalu pergi ke organ lain dan bekerja sebagai sinyal untuk berkomunikasi dengan otak untuk mengatur sistem imun dan inflamasi.
Perubahan keragaman mikroba komensal ini akan meningkatkan risiko alergi makanan pada penderita dengan punya kecenderungan genetik.
Upaya pemenuhan konsumsi harian serat:
- Mengonsumsi minimal lima porsi buah dan sayur per hari
- Makan pula kulitnya karena mengandung lebih banyak serat, sedangkan jus sayur dan buah hanya sedikit atau bahkan tidak mengandung serat
- Pilih berbagai roti, sereal, beras dan pasta dari biji utuh seperti nasi merah, roti gandung utuh
- Saat membuat roti atau kue, ganti separuh tepung terigu dengan tepung gandung utuh
- Jika mengonsumsi makanan tinggi serat, minum lebih banyak air karena serat menyerap air dari tubuh.
Tantangan perkembangan pada anak alergi dan dampak psikologisnya
Memiliki anak dengan alergi memang memiliki tantangan tersendiri, sebab selain fokus pada tata laksana alergi makanan, orangtua harus berurusan pula dengan dampak psikologis anak dan dirinya sendiri.
Untuk itu, perlu kolaborasi yang kuat antara ibu dan ayah untuk menghadapi anak dengan alergi dan memberikan yang terbaik untuk tumbuh kembangnya.
Menjawab tantangan ini, Danone Indonesia menghadirkan Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog selaku Psikolog Anak dan Penulis Buku.
Menurut Anastasia, berikut adalah sejumlah tantangan perkembangan anak dengan alergi:
- Anak dengan alergi lebih rentan mengalami kecemasan dan mengembangkan Kecemasan Tinggi (High Anxiety) sampai Generalized Anxiety Disorder (Gangguan kecemasan)
- Anak dengan alergi mempengaruhi emosional anak karena tak hanya terpengaruh dari kondisi badannya, namun juga dari cara orangtua mengelola dan merespon emosi anak.
- Di usia sekolah (school age), anak dengan alergi rentan mengalami pengucilan atau isolasi sosial karena tidak bisa beraktivitas seperti teman-teman lainnya
- Orangtua dari anak yang alergi mengalami kecemasan lebih tinggi dan lebih rentan mengalami burnout.
Tantangan ini kemudian akan menyebabkan timbulnya dampak psikologis alergi pada anak terhadap orangtua, seperti:
- Dampak terhadap mental, sosial, emosional dan ekonomi keluarga
- Emosi takut, khawatir dan cemas yang intens. Belum lagi bila suami, orangtua dan emosi tidak memahami dan memberi dukungan untuk menghadapi alergi anak
- Keluarga tidak bisa menjalani aktivitas dan hidup seperti keluarga lain yang tidak memiliki alergi
- Orangtua akan kesulitan melepas anak untuk hadir di berbagai acara seperti ulang tahun, traveling dan kegiatan hiburan dari sekolah lainnya.
"Kondisi alergi perlu dihandle dari sisi fisik, emosi psikologis dan parentingnya karena memengaruhi ke semua aspek kehidupan." Ujar Anastasia.
Lalu bagaimana orangtua seharusnya menghadapi anak alergi?
- Orangtua perlu berlatih mengelola emosi dengan latihan nafas sadar dan rileks
- Berlatih menamai emosi-emosi yang dirasakan sehingga bisa membantu anak menamani emosi yang muncul
- Anak merasa orangtua menerima dan memvalidasi emosinya.
- Lakukan connection before correction seperti bermain bersama anak. Sebab bermain adalah bahasa cinta yang membuat anak merasa disayang, ditemani, diinginkan dan berharga untuk orangtuanya
- Lakukan self care emosi untuk punya energi mental berinteraksi dengan hangat ke anak
- Memaksimalkan perkembangan sensori-motoriknya
"Perlu diketahui bahwa orangtua adalah arsitek otaknya anak, jadi, kalau pengen anak-anak punya kemampuan mengelola emosi di usia 21 tahun ke atas, itu dimulainya dari umur sekarang" Lanjut Anastasia.
"Anak mungkin lupa apa yang orangtuanya katakan, namun anak tidak akan pernah lupa bagaimana orangtuanya membuat mereka merasa berharga, dicintai dan merasa berharga dengan orangtuanya." Tutup Anastasia.
Cara Oktavia menghadapi anak dengan alergi
Sebagai pembicara terakhir, Danone Indonesia tak lupa juga mengundang Oktavia Sari Wijayanti selaku ibu dengan anak alergi untuk membagikan kisah, kiat-kiatnya dalam menghadapi anak alergi.
Menurut Oktavia, ada beberapa hal-hal yang dilakukan begitu anak didiagnosa alergi oleh dokter, yakni:
- Menghindari anak mengonsumsi makanan pemicu alergi
- Mencari alternatif makanan lain yang menjadi menjadi alergen pada anak, namun makanan tersebut adalah favorite sang anak
- Kreatif dalam menghadirkan menu makanan anak terutama pemenuhan kebutuhan serat seperti sayur dan buah yang dijadikan sebagai cemilan.