![]() |
Rasanya kena Covid-19 Ituuu... | Foto: Efa Butar Butar |
Rasanya Kena Covid-19 Ituuu....
Bentar bentar, klarifikasi dulu. Ini bukan rasa syukur karena kena Covid-19 ya, hahah. Tulisan ini lebih ke pengingat di masa depan untuk diri sendiri bahwa aku pernah jadi bagian statistik pasien dan penyintas Covid-19, serta pengingat juga untuk teman-teman pembaca, bahwa ya, Covid-19 itu masih ada di depan mata. So, be aware!
Gema "terapkan protokol kesehatan!" semestinya masih terus dilakukan demi kebaikan diri sendiri, orang terdekat, keluarga hingga orang-orang yang nantinya akan terlibat dalam satu urusan dengan kamu.
Apa gejalanya dan gimana rasanya kena Covid-19?
Well, ini mungkin akan jadi pertanyaan pertama buat orang-orang yang belum pernah kena dan semoga seterusnya juga ngga kena yaa. Aminnn.
Seperti yang udah dijelasin sama Pemerintah, gejala covid-19 pada tiap-tiap orang berbeda. Ada yang sakitttt banget, ada juga yang positif bahkan tanpa gejala.
Kebetulan, gejala yang kualami ngga begitu parah, tapi cukup menyiksa terutama di awal-awal gejala itu terdeteksi.
Gejala Covid-19 di dua atau tiga hari pertama, rasanya dada perih sekali, sesak dan terasa berat saat bernafas. Saat itu, bernafas saja rasanya melelahkan. Kondisi ini makin diperparah lagi dengan panas yang dateng pergi suka suka hatinya. Haha.
Kadang siang kedinginan sampai menggigil, kadang kepanasan. Malam pun demikian, kadang dinginnnnnn banget, kadang baju sampai basah banget saking keringatannya.
Gara-gara panas dingin yang dateng pergi sesuka hatinya ini, sempet kepikiran juga apa jangan-jangan kena DBD? Oh atau kena tipes?
Kok udah 2-3 hari ada gejala tapi ngga periksa?
Aku ngga tau orang lain yaa, tapi saat mengalami itu, aku pribadi hati dan pikiranku memang sempet denial. Takut kalau beneran positif. Hehe. Belum lagi orangtua yang ikut parno sama kondisiku, tapi ngga bisa ngelakuin apa-apa karena jaraknya yang memang jauhhh banget.
Sampai akhirnya, karena rasanya makin sesak, aku memutuskan untuk tes. Dan taraaaa! Beneran positif Covid-19. Hiks
Oh ya, gejala Covid-19 lainnya yang aku rasain adalah batuk berdahak berkepanjangan, lidah rasanya pahitttt banget, makanan apapun yang aku makan terasa hambar, aroma bablas hilang.
![]() |
Si pinter yang ngga pernah ninggalin tuannya selama sakit | Foto: Efa Butar butar |
Sebetulnya, aku ngga terlalu masalah sama gejala-gejala lain, tapi urusan aroma ini, menurutku cukup menyedihkan karena kebetulan aku suka banget sama aroma anabul di rumah yang selama aku Covid-19, kayaknya dia ngeh kalau tuannya lagi sakit dan ngga mau ninggalin lama-lama. Pergi sebentar, langsung naik lagi ke tempat tidur nemenin. Dan aku cukup kehilangan aroma itu selama periode Covid-19 terjadi.
Berhubung pasien Covid-19 ngga bisa berinteraksi dengan orang lain, kehadiran anabul yang nemenin terus ini sangat sangat menghibur. Ada ajaa tingkah lakunya yang gemes, lucu dan bikin ketawa. Duhhh, sayang banget!
Selain itu, aku juga jadi lebih gampang capek.
Pasien Covid-19 memang sangat disarankan untuk berjemur. Tempat paling nyaman untuk berjemur ada di lantai atas rumah, karena ada pohon kelengkeng yang sudah lumayan tinggi di sana, angin juga sedikit lebih terasa tanpa mengurangi porsi matahari yang masuk ke ruangan.
Naik tangga doang yang cuma 15 anak tangga, wah ngos-ngosannya berkepanjangan dan butuh waktu istirahat khusus untuk menenangkan diri.
Kok bisa kena Covid-19? Kenanya dimana?
Pertanyaan ini juga kerap dilemparkan pada pasien atau penyintas Covid-19.
Kok bisa kena Covid-19?
Bisa! Manusia dengan manusia lain yang saling bepergian. Satu carrier yang mungkin ngga tau dia positif Covid-19, atau tahu tapi urung untuk peduli dengan orang lain dan bepergian sesuka hatinya, dan satu manusia lagi dengan imun rendah atau proteksi kesehatan diri dan protokol kesehatan yang lengah berpotensi terjadi penularan.
Kenanya dimana?
Sejujurnya aku ngga tahu cara menjawab pertanyaan ini.
Kalau kecelakaan yang menyebabkan korban jadi sakit, kita bisa lihat dan tahu memberikan deskripsi detail kronologisnya. Tapi kalau Covid-19 yang notabene adalah suatu virus yang tak kasat mata, bagaimana menjelaskannya? Aku ngga tau kenanya dimana. Kalau aku tau di tempat yang kukunjungi ada virus berbahaya, aku ngga akan datengin. Heheh.
Tapi pertanyaan ini membawaku mengingat kembali titik titik perjalanan yang mungkin menjadi penyebab aku jadi pasien Covid-19.
Sejak awal tahun 2022, mobilitasku terbilang lumayan tinggi, bahkan pernah jelajah hampir seluruh Jawa dari Banten hingga Banyuwangi dan ketemu banyak orang, belum bolak balik lokasi event, ngga kenapa-kenapa. Badan juga sehat-sehat aja.
Sampai aku berangkat ke Lampung tanggal 30 Juni lalu untuk menghadiri acara adat pernikahan salah satu teman di sana.
Singkatnya, tiga hari di sana i'm totally fine! Dan akhirnya gejalanya langsung mulai terasa begitu tiba di rumah. Nah lho!
Terkonfirmasi positif Covid-19, apa yang harus dilakukan?
Calm down! Tenang... Semua akan baik-baik aja, yang kena virus ini bukan kamu doang.
Ya, meskipun di awal memang cukup mendebarkan yaaa, tapi akhirya bisa ngontrol hati dan pikiran sendiri termasuk nenangin orangtua yang panik di kejauhan. Meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.
Ini penting untuk perantau yang jadi pasien Covid-19. Sebenarnya sakit, cuma kalau diceritain secara detail, orangtua jadi ikut lebih panik dan kasihan karena toh ngga bisa berbuat apa-apa. Jadi, usai menceritakan sekilas tentang rasa sakitnya, aku juga ngga lupa ajak orangtua bercanda dengan jokes-jokes ala kadarnya.
Sekali lagi, penting untuk meyakinkan mereka, bahwa anaknya baik-baik saja.
Kalau mau jujur, sebetulnya saat masa-masa kritis sakit saat bernafas itu, sempet kepikiran juga "apa jangan-jangan udah waktunya pulang?" Tapi memperkatakan hal-hal yang baik dan mengusahakan yang terbaik bagi diri sendiri juga penting. Ternyata mati semenakutkan itu sampai membayangkannya saja bahkan aku belum siap.
Tapi bagian yang ini, tak perlu disampaikan pada orangtua. Hehe.
Langkah yang harus dilakukan usai terkonfirmasi positif Covid-19, setelah mengabarkan pada orangtua dan orang-orang terdekat adalah menginformasikan pada orang-orang yang sebelumnya berkontak erat dengan kita.
Aku memberikan informasi ini pada teman-teman yang aku temui di Lampung, sedikit worry karena selama di sana aku juga berkontak sangat erat dengan balita dan manula. Ada sedikit perasaan bersalah. Tapi langsung lega mengetahui mereka baik-baik saja.
Mengingat semua yang kutinggalkan di Lampung dalam kondisi baik, dari sinilah aku yakin, mungkin penularan terjadi saat aku dalam perjalanan kembali ke Depok ini.
Langkah berikutnya adalah isolasi mandiri (isoman) untuk memulihkan diri sekaligus menghindari potensi penularan pada orang lain.
Ini namanya peduli dan tahu diri. Jadi ngga bisa egois yaa, mau sebosan apapun di rumah, tahan dulu. Nikmati aja dulu sampai benar-benar pulih, jangan malah keluyuran sana sini yang berpotensi besar bikin orang lain ketularan.
Saat melakukan tes baik itu PCR maupun antigen dan hasilnya positif Covid-19, sebetulnya kamu akan mendapatkan pesan via WhatsApp langsung dari Kementerian Kesehatan yang menyebutkan kamu terkonfirmasi virus ini. Jadi kalau kamu katakan saja ngga fokus baca hasilnya, atau salah baca hasilnya negatif, kamu akan terbantu dengan pesan dari Kemenkes tersebut.
![]() |
Cuplikan wa dari Kemenkes | Foto: Efa Butar butar |
Nah hasil itu akan terintegrasi dengan aplikasi PeduliLindungi yang juga akan menampilkan jumlah pasien Covid-19 di lingkungan di mana kamu tinggal.
Lalu berikutnya gimana?
Kamu bisa mendapatkan fasilitas kesehatan termasuk konsultasi dan obat gratis yang disediakan Pemerintah. Fasilitas ini tercantum pula di WA yang dikirimkan Kemenkes.
Yang berikutnya, jangan lupa untuk terus berjemur, konsumsi obat secara rutin, makan makanan yang sehat dan teratur, terutama buah.
Karena semua makanan terasa pahit dan hambar, puji Tuhan, entah kenapa rasa manis buah apel, dan pir masih cukup terasa di mulutku kala itu. Sederhana sih, tapi itu sungguh jadi penghibur sederhana untuk pasien Covid-19 ternyata. Haha.
Oh ya, sebisa mungkin banyak istirahat, hindari pikiran-pikiran negatif dan pikiran-pikiran lain yang bikin stress. Cukup ingat hal-hal yang membahagiakan saja, sisanya untuk sementara singkirin dulu.
Upayakan kamu ngga tinggal sendiri karena memang butuh support banget di beberapa urusan. Misalnya untuk ngambil makanan yang kamu pesan di luar, atau minta tolong pesan makanan, buah atau obat-obatan, karena percayalah, kamu juga akan pusing dan cape saat lihat layar lama-lama.
Kalau kamu tinggal sendiri, jangan lupa beri kabar pada RT atau tetangga untuk mereka bisa terus cek kondisi kamu. Amit amit banget berpulang tanpa ada yang tahu. Sedih banget heii.
Setelah berhasil melewati masa kritis Covid-19
Setelah berhasil melewati masa kritis Covid-19 ngga langsung serta merta selesai begitu saja. Sampai artikel ini terbit, masih ada sisa sisa batuk berdahak yang belum usai, belum lagi rasa mudah lelah yang masih terus ada dan semoga selekasnya membaik.
Cuma memang, yang lainnya seperti demam, pusing, sesak, dan lidah pahit sudah berangsur-angsur membaik.
Berkaca dari perjalanan panjang yang hampir dua minggu ini kunikmati, lanjut lagi jidat kena sambit taring anabul malam tadi, gusi yang bengkak udah dua hari, wkwkwk, barengan semua ya bunnnn! Rasanya memang kesehatan itu adalah satu-satunya berkat yang paling mewah yang bisa kita nikmati.
Perawatannya murah, tapi saat kita tidak peduli, wah percayalah, kesehatan bisa bikin orang yang super kaya mendadak habis hartanya hanya untuk mempertahankan nyawa.
Jadi ya, buat kamu yang masih dalam kondisi baik-baik saja di tengah-tengah Covid-19 yang masih terus melanda, syukuri itu. Betul kata orang, kesehatan yang kini kita miliki dan kadang tidak kita pedulikan, mungkin adalah mimpi seseorang yang di luar sana yang berharap pada kesembuhan.
Begitu saja dulu pengalaman kena Covid-19 versi aku, jaga kesehatan teman-teman di luar sana. Semoga Tuhan selalu anugerahkan kesehatan pada kita semua.
Love - anabutarbutar.com