Pentingnya Pemerataan Edukasi Kusta untuk Penanganan yang Lebih Sempurna

0

Talkshow kusta di Ruang Publik KBR | Sumber foto: Tangkap layar talkshow

Pada unit layanan kesehatan, masih ada yang belum memahami informasi tentang kusta, bahkan stigma terhadap kusta pun masih tergolong tinggi dari tenaga kesehatan itu sendiri.

Kusta, penyakit yang sudah ada sejak dari zaman dulu, namun masih ada sampai saat ini. Padahal, penyakit ini hanya berasal dari bakteri atau kuman yang sebetulnya bila mendapat perhatian yang tepat sudah bisa terselesaikan, atau setidaknya saat ini mestinya, orang dengan penyakit kusta bisa mendapatkan kesembuhan dengan begitu mudah. Kesulitan ini tak lepas dari stigma, mitos dan kurangnya pemahaman masyarakat termasuk tenaga kesehatan dalam penanganannya itu sendiri.

Baca juga: KBR: Upaya MelawanStigma Bagi Penyandang Disabilitas dan Down Syndrome 

Dalam pemerataan edukasi kepada seluruh masyarakat, Berita KBR rutin melaksanakan ruang publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia dengan mengangkat topik seputar kusta. Salah satunya yang dilakukan pada tanggal 28 April lalu mengusung tema “Dinamika Perawatan diri dan Pencegahan pada Kusta di Lapangan.”

Talkshow ini juga bisa disimak di 100 radia jaringan KBR di seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua dan 104,2 MSTri FM Jakarta atau live streaming via website kbr.id dan YouTube Berita KBR, Instagram kbr.id

Sebenarnya ini (kusta) bisa selesai, tapi karena dampak sosialnya orang jadi malu” Ujar dr. M Riby Machmoed MPH selaku Technical Advisor Program Leprosy Control, NLR Indonesia yang juga turut hadir dalam Talkshow.

Menurut dr. Riby, ada empat sasaran stigma:

  1. Orang yang pernah mengalami kusta (ODPMK)
  2. Keluarga ODPMK
  3. Tenaga kesehatan
  4. Stigma di tengah masyarakat

Kasus kusta di Indonesia

Sebetulnya, secara nasional, kasus kusta terus menurun.

Tahun 2020-2021 yang telah divalidasi, sejak 2019 terihat kasus nasional kusta tercatat terdaftar 19.900. Sedangkan di tahun 2020 tersisa 13.180.

Penemuan kasus baru juga mengalami penurunan. Sebut saja tahun 2019, yang awalnya mencapai 17.400 menjadi 11.137. Cacat ODPMK di tahun 2019 mencapai 4,18 per 1 jt penduduk. Angka ini digunakan karena menggunakan global indikator. Di tahun 2020, angka ini menurun menjadi 2,13 per 1 jt penduduk. Kasus kusta pada anak juga terus menurun dengan jumlah 1.126 dan sebelumnya lebih dari angka tersebut.

Secara jumlah penduduk, kasus tertinggi kusta bisa ditemukan di Jawa Timur, disusul Jawa Barat, Papua, Jawa Tengah dan Papua Barat. Namun bila dihitung secara nasional, angka tertinggi kasus kusta terdapat di Papua Barat karena jumlah penduduknya yang sedikit.

Penanganan kasus kusta di kota Makassar

Dalam talkshow yang sama, hadir pula Ibu Sierli Natar, S.Kep selaku wasor (Wakil Supervisor) TB/Kusta, Dinas Kesehatan kota Makassar.

Menurut Beliau, kerjasama telah terjalin antara petugas kesehatan, dokter praktik atau klinik. Saat ada kasus baru, ODPMK umumnya tidak bisa menerima saat mereka didiagnosa kusta. Namun, petugas kesehatan akan terus mendampingi dan memberikan informasi seputar penyakit tersebut.

Pendampingan dari keluarga, dari petugas kesehatan sendiri dan kami sebagai penanggungjawab melakukan edukasi, melakukan motivasi kepada pasien agar dapat memberikan penjelasan kepada mereka bahwa penyakit ini sebenarnya bukan penyakit kutukan” Ujar Ibu Sierli.

Petugas kesehatan juga memberikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi yang menyebabkan pasien menderita penyakit kusta. Salah satunya adalah kemungkinan pernah kontak dengan penderita namun bercaknya baru keluar dan akhirnya bisa dideteksi.

Lewat berbagai penjelasan yang disampaikan tenaga kesehatan, pada akhirnya, pasien bisa berdamai dengan keadaan dan berkenan melanjutkan pengobatan.

Pasien yang mau melakukan pengobatan merupakan titik awal kesembuhan pasien sekaligus menjadi upaya pencegahan pasien mengalami disabilitas.

Perawatan

Masih menurut Ibu Sherli, di kota Makassar ada kiat-kiat khusus agar penderita kusta bisa sembuh dan terhindar dari disabilitas:

Tenaga kesehatan akan memberikan penyuluhan sekaligus pemeriksaan awal sebelum pasien memulai pengobatan dengan melakukan pemeriksaan fungsi syaraf untuk mengetahui ada tidaknya kelainan fungsi saraf.

Bila ada, tenaga kesehatan akan memberikan edukasi cara perawatan diri pada pasien dengan melakukan perendaman pada daerah-daerah yang mengalami ketebalan.

Bagian tersebut kemudian digosok dengan menggunakan batu apung agar penebalan berkurang. Selanjutnya diolesi dengan minyak kelapa, lalu istirahat yang cukup. Begitu seterusnya setiap hari. Harapannya, dengan rutinitas tersebut, pasien yang berpotensi mengalami cacat bisa terhindar cacat tersebut. 

Perawatan ini sebetulnya mudah sekali dilakukan, tinggal bagaimana pasien mau konsisten melakukannya dan tidak absen barang sehari agar kesembuhan bisa lebih cepat dan optimal. 

Gejala dini dan penularan kusta

Bicara jauh seputar kusta, hal yang pertama patut diketahui seputar kusta untuk segera bisa mendapatkan penanganan adalah gejalanya. 

Berikut adalah gejala-gejala dini kusta:

  • Adanya bercak putih atau kemerahan dan tidak gatal, tidak sakit
  • Adanya kelemahan jari-jari tangan, jari-jari kaki, atau kelopak mata sulit tertutup
  • Remam ringan sampai sedang
  • Bercak yang tadinya putih, bisa merah dan sakit
  • Sendi juga sakit
  • Bagian saraf di belakang lutut juga sakit
  • Mata kaki di bagian dalam juga sakit
Bila ditemukan gejala ini sebaiknya segera lakukan pemeriksaan ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan kepastian dan penanganan bila betul adalah kusta. Umumnya penderita kusta abai dengan gejala ini karena merasa bahwa gejala tersebut tidak menyulitkan dirinya. 

Jarangnya penyakit kusta ditemukan, membuat seseorang yang mengalami beberapa gejalanya merasa bahwa dirinya sedang terserang rematik. 

Penyakit ini menular saat seseorang dengan imunitas yang rendah melakukan kontak erat dengan penderita yang belum mendapatkan penanganan. 

Tantangan pengobatan penderita kusta

Selain stigma, ada beberapa tantangan lain yang membuat penderita kusta kesulitan mendapatkan akses kesehatan:
  • Penderita yang tidak terima dengan penyakit yang diderita
  • Pemahaman petugas kesehatan di lapangan yang tidak sama. Menurut Ibu Sierli, sebuah PR yang berat untuk mengubah mindset semua tenaga kesehatan di lapangan agar mereka mengetahui bahwa penyakit kusta menular lama dan tidak menular secara langsung. Dengan edukasi yang merata, harapannya, ketika pasien kusta datang ke fasilitas kesehatan, mereka diperlakukan sama dan merata dengan pasien lain. 

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)