80 Varietas Pisang dan Pemiliknya yang Kurang Sayang

0

 

Ilustrasi megabiodiversitas | Sumber foto: Liputan6

Cukup mengejutkan ketika dalam online gathering pertama tahun 2022 yang dilakukan #EcoBloggerSquad (EBS), aku bersama teman-teman EBS angkatan 2021 mendengar bahwa ada sekitar 80 varietas pisang di bumi pertiwi.

Informasi ini kami ketahui lewat pemaparan Ibu Rika Anggraini selaku Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI. Ah ya, itu baru pisang yang bisa dikonsumsi, belum termasuk jenis pisang beracun yang harus kita jauhi.

Semacam mau bertanya ke pemateri, kok bisa sebanyak itu? Tapi ngga jadi, karena memang kurangnya pemahamanku tentang keanekaragaman hayati di negeri sendirilah yang bikin aku menarik lagi pertanyaan yang hadir di ujung lidahku.

Sejauh yang kutahu, pisang barangan dari Medan sebagai salah satu buah pisang favoritku setiap pulang, pisang kepok, pisang Ambon, Pisang Cavendish yang sering kita temukan di supermarket, pisang susu, dan pisang raja. Sudah, itu saja. Ternyata jumlahnya jauh lebih banyak. 

Entah hanya aku, atau mungkin semua teman EBS juga kaget dengan fakta itu, entahlah. Tapi ada satu tambahan fakta menarik lainnya, ketika kenyataan tentang varietas pisang yang mencapai 80 jenis itu kubagikan di Instagram, beberapa juga berkomentar bahwa ini merupakan informasi baru bagi mereka. Informasi yang tidak diketahui sebelumnya.

Satu bukti sederhana, bahwa kita tak begitu betul-betul peduli pada harta kekayaan sendiri yang kita miliki di Indonesia ini.

Jangankan pisang, kalau pulang kampung saja, kadang aku masih kesulitan bedain mana singkong, mana ubi jalar dan yang mana talas. Belum lagi ubi jalar ada bermacam varietasnya ada ubi jalar cilembu, ada ubi jalar ungu, ubi jalar orange, ubi jalar kuning, dan ubi jalar putih. Tapi ketika tersaji di depan mata, aku menyebutnya singkong.

Meminjam bahasa sayang almarhum oppung “Betullah kau anak petani ngga tau diri”. Ngga salah, karena memang, milik sendiri semestinya kita ketahui.

Mengenal keanekaragaman hayati

Indonesia menyandang status sebagai negara megabiodiversitas kenakeragaman hayati (KEHATI) kedua terbesar di dunia setelah Brazil. Agak aneh rasanya kalau kita sebagai warganya ngga tau sama sekali tentang KEHATI.

Kenakaragaman hayati merupakan berbagai bentuk kehidupan di semua tingkat sistem biologis termasuk molekul, organisme, populasi, spesies dan ekosistem.

Tingkat sistem biologis ini kemudian dibagi lagi:

1. Ekosistem

Yakni keanekaragaman bentuk dan susunan bentang alam, daratan maupun perairan dimana makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan fisiknya seperti padang rumput, hutan hujan tropis, gambut, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan sebagainya

2. Spesies

Spesies adalah keanekaragaman jenis organisme yang menempati suatu ekosistem yang mempunyai ciri berbeda satu dengan yang lain. Contohya penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang, penyu pipih, penyu belimbing dan penyu tempayang

3. Genetik

Adalah keanekaragaman individu di dalam suatu jenis yang disebabkan oleh perbedaan genetis antar individu seperti aneka varietas padi (Rojo, lele, Menthik dan Cianjur) atau mangga (mangga golek, harum manis dan lain-lain)

Lalu, kekayaan apa saja yang dimiliki negeri ini hingga disebut sebagai negara megabiodiversitas kenakeragaman hayati (KEHATI) terbesar kedua di dunia?

Untuk lebih jelasnya, kita lihat saja bagan di bawah ini

KEHATI Indonesia | Sumber foto: Yayasan KEHATI via online gathering EBS

Meski hanya menempati 1,3% wilayah daratan bumi, namun Indonesia mempunyai 17% dari seluruh jumlah spesies di dunia. Beberapa hewan di antaranya bahkan hanya ada di Indonesia seperti Komodo, Anoa, Harimau Sumatera, Burung Merak, Badak Jawa, Orangutan, Kijang, Bekantan, Burung Maleo hingga Tarsius.

KEHATI Indonesia properti Yayasan KEHATI

Daftar hewan ini bahkan semestinya masih lebih panjang jika Harimau Jawa, Harimau Bali, Tikus Gua Flores, Tikus Hidung Panjang Flores, Tikus Pohon Verhoeven dan Kuau Bergaris Ganda tidak duluan punah.

Bukan hanya fauna yang punah, sebagian jenis tumbuhan juga tanpa kita sadari kini tak lagi ada di lingkungan kita. 

Dulu, di pekarangan rumah, banyak sekali bunga Marigold atau lebih sering dikenal dengan bunga tahi ayam. Hampir setiap rumah memiliki bunga ini di halaman depan. Sekarang? Jangan ditanya, bunga ini susah sekali ditemukan. 

Aromanya yang kurang sedap yang sekaligus jadi alasan kenapa disebut juga sebagai bunga tahi ayam jadi salah satu alasan kenapa bunga ini dibumihanguskan. Belum lagi kurangnya pemahaman manfaat bunga selain sebagai hiasan. 

Padahal, dilansir dari SehatQ, bunga Marigold juga memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan tubuh manusia, termasuk untuk mengusir nyamuk. Andai saja edukasi ini sudah ada sejak dini, mungkin hingga kini Marigold masih bermekaran tiap musim hujan. 

Itu hanya satu jenis bunga, belum jenis tanaman lainnya. 

Manfaat kehati dalam kehidupan sehari-hari

Perut kenyang dengan beragam pilihan dan rasa makanan, edukasi dan hiburan anak di kebun binatang, cantiknya taman rumah hingga perkotaan, dan kebebasan menghirup Oksigen adalah bagian dari manfaat kehati yang kita dapat secara gratis setiap hari. Ini hanya sebagian kecil manfaatnya. 

Keanekaragaman hayati (kehati) adalah sumberdaya yang ada disemua aspek dan unsur kehidupan dari mikro-organisme hingga ke biosfer, yang ada di hutan, gunung, tumbuh2an, hewan, laut, sungai, bahkan gurun pasir, menjalin hubungan saling kait-mengait dalam suatu sistem penunjang kehidupan di bumi ini.  Kehati merupakan sumber dari bahan2 alami utk  makanan, obat-obatan, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, perairan, industri, sumberdaya genetika, dan sebagainya. 

Agar lebih lengkap, mari kita pecah satu per satu.

Untuk lingkungan hidup:

  • Kehati memberi manfaat sebagai penyedia sumber daya air, dan mengatur tata air tanah
  • Menjaga dan melindungi kesuburan tanah
  • Menyerap karbon dan menjaga stabilitas iklim
  • Mengurai dan menyerap polusi udara
  • Memelihara kelestarian ekosistem, serta
  • Menjaga keseimbangan kehidupan manusia dengan alam
Untuk ekonomi:
  • Sebagai sumber bahan pangan
  • Sumber energi terbarukan: biomassa, mikro-hidro, bio-fuel
  • Sumber bahan farmasi dan obat-obatan
  • Sumber produk-produk hasil pertanian, perkebunan, hasil kelautan dan perikanan
  • Serta jasa pariwisata alam dan bahari
Untuk sosial
  • Sebagai sumber kehidupan masyarakat adat
  • Sumber penelitian dan pengembangan Iptek 
  • Jasa pendidikan lingkungan dan alam
  • Jasa pengembangan nilai-nilai budaya dan religi
  • Jasa rekreasi dan kesehatan masyarakat

Kehati terancam hilang

Masih ingat dengan bunga Marigold yang terlupakan? Kurangnya edukasi menjadi salah satu alasan dibalik hilangnya bunga tersebut. 

Di sisi berbeda, Indonesia terkenal dengan warganya yang hidup dalam jargon "Ngga nasi, ngga makan". Kita kerap merasa ngga lengkap bila makan tanpa nasi. Kemanapun dan kapanpun, seolah kenyamanan perut dan hidup kita bergantung penuh pada nasi. 

Padahal, ada banyak jenis karbohidrat lain yang tak kalah enak, memiliki kandungan yang sama dan dengan harga yang sama bahkan cenderung lebih murah dari beras untuk melengkapi kebutuhan Karbohidrat tersebut. Ubi misalnya, jagung bahkan ada sorgum yang kehadirannya belum terlalu familiar di negeri ini. 

Padahal, pilihan-pilihan sumber Karbohidrat tersebut juga harus tetap dibudidayakan agar varietasnya tetap eksis. Apa jadinya jika seluruh penduduk Indonesia bergantung pada nasi? Bisa saja nasib sorgum, jagung, ubi dan singkong terlupakan, tak lagi dibudidayakan, lalu perlahan bernasib yang sama dengan Marigold? Dibumihanguskan.

Sama seperti pisang, bila konsumsi sehari-hari manusia hanya sebatas varietas pisang yang dikenalnya saja, bagaimana bisa varietas yang tak dikenal, yang tak pernah dikonsumsi akan tetap dibudidayakan oleh petani? Warga bumi pertiwi tampaknya lupa untuk menyamaratakan rasa sayang - dari segi kebutuhan - terhadap jenis pisang lainnya. 

Jadi memang, bila bicara kehati yang terancam hilang, kita, manusia itu sendiri, memiliki kontribusi besar di dalamnya. 

Ada beberapa penyebab lain hilang atau berkurangnya keanekaragaman hayati, seperti berkurangnya habitat, invasi spesies asing, polusi, populasi manusia, dan over eksploitasi. 

Hal-hal tersebut di atas terjadi karena dipicu kebijakan dan pola pembangunan tidak berwawasan lingkungan, gaya hidup konsumerisme, jenis atau varietas yang dibudidayakan hanya sedikit, pertanian dan perikanan memerlukan input yang tinggi sehingga menyebabkan erosi genetik serta memudarnya kearifan lokal.

Belum lagi perubahan iklim berpengaruh pula pada kehati dengan dampak dan skala kerusakan yang beragam baik terhadap gen, jenis, komunitas dan ekosistem. Contohnya saja, panen padi akan menurun sebanyak 10% setiap kenaikan suhu satu derajad Celcius suhu rata-rata. 

Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

Aksi mitigasi dan adaptasi | Sumber foto: Yayasan KEHATI

Merengek terus meratapi yang hilang bukan sebuah keputusan yang tepat, kita masih punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan sebelum ekosistem, spesies dan genetik lainnya mulai kembali hilang. 

Sebetulnya, menyuarakan perbaikan ini bisa dilakukan semua orang lintas profesi. Untuk mereka yang suka menulis, berbagi informasi lewat tulisan adalah salah satu cara paling mudah. 

Yang kedua, kita juga bisa mulai belajar mengonsumsi makanan lain alih-alih bergantung pada satu sumber pangan yang sama. Dengan begitu, secara tidak langsung, kita telah belajar mengenali berbagai varietas dengan kandungan gizi yang sama, dan menjaga agar varietas tersebut terus dibudidayakan. 

Cara lainnya dengan:

  • Terus menekankan kesadaran akan pentingnya kelestarian kehati melalui pendidikan berbasis keanekaragaman hayati sejak dini 
  • Mengubah gaya hidup: menjadi konsumen hijau, konsumsi pangan lokal, mempertahankan budaya makan lokal, menerapkan eco living 
  • Menjadi “agent of change” yang konsisten mendorong adanya perubahan di masyarakat untuk lebih peduli  lingkungan


Sumber:

https://www.sehatq.com/artikel/manfaat-bunga-marigold-alias-bunga-tahi-ayam-untuk-kesehatan

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)