Gelombang panas di India
Di permukiman padat penduduk, gelombang panas semakin terasa. Rumah tinggal yang sempit dan tidak adanya sirkulasi udara membuat panas semakin tak tertahankan. Seorang anak bahkan mengalami infeksi kulit yang muncul akibat panas. Seorang ibu di sana bersuara, bahwa malam hari malah terasa lebih panas sehingga menyulitkan mereka tidur meski sebetulnya mereka tidur di luar ruangan.
Sebagai solusi menghadapi gelombang panas, beberapa hal yang mereka lakukan adalah:
- Memaksimalkan penggunaan es batu
- Lewat saran dari sebuah yayasan, mereka juga mengecat atap rumah dengan menggunakan cat warna putih dengan harapan panas akan terpantul kembali
- Mengipasi diri sepanjang hari
Ya, warga India, tepatnya di Ahmedabad, hidup dalam suhu 42-45°C.
Sementara itu, bulan Juli lalu di Death Valley, Amerika Serikat, pecahkan rekor tempat terpanas di Bumi dengan suhu 130° Fahrenheit atau setara dengan 54,4° Celcius. Angka ini hampir mendekati rekor yang pernah tercipta di lokasi yang sama pada 1913 yakni 134° Fahrenheit.
Mendapati fenomena kenaikan suhu ini, Kepala Pusat Meteorologi Publik, Badan Pusat Meteorologi, Klimatologi dan Gesofisika (BMKG), Fachri Radjab menjelaskan penyebab suhu panas ekstrem tersebut secara meteorology merupakan dampak dari adanya gelombang panas atau Heat Wave yang disebabkan oleh beberapa factor, salah satu adalah kubah panas atau Heat Dome.
Alasan lainnya yang menyebabkan terjadinya suhu panas ekstrem adalah akibat dari adanya pemanasan global yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan suhu maksimum di sebagian besar wilayah di dunia.
Dan ya, tentu, belakangan, masyarakat Indonesia terutama Jakarta, banyak pula yang mengeluhkan hal yang sama, betapa akhir-akhir ini suhu terasa jauh lebih panas.
Eco Blogger Squad ngobrolin bumi dan solusi bareng Yayasan Madani Berkelanjutan dan Blogger Perempuan Network
Yayasan Madani Berkelanjutan atau Manusia dan Alam untuk Indonesia Berkelanjutan adalah lembaga nirlaba yang berupaya menjembatani hubungan antar pemangku kepentingan yakni pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil untuk mencapai solusi inovatif terkait tata kelola hutan dan lahan.
Blogger Perempuan Network sendiri adalah sebuah platform digital dimana seluruh Blogger Perempuan di Indonesia bisa saling belajar, menceritakan dan menginspirasi melalui konten. BPN sendiri sudah berkembang dengan sangat pesat sejak 2015 dan menjadi komunitas Blogger terbesar di Indonesia.
Sedangkan Eco Blogger Squad (EBS) adalah komunitas yang beranggotakan para Blogger yang memiliki kepedulian pada isu lingkungan hidup terutama perubahan iklim dan perlindungan hutan. Di sini, kami bisa saling belajar tentang isu lingkungan hidup, meningkatkan berbagai keterampilan, berjejaring dengan Blogger lainnya serta bersenang-senang.
Setelah sederet pertemuan lainnya dengan bahasan masih seputar lingkungan, tanggal 15 Oktober lalu, kami kembali bertemu, tentu masih secara virtual, dengan topik bahasan yang tak kalah menarik “Bumi Semakin Panas, Kode Merah Bagi Kemanusiaan”
Waduh, ape ni? Kok kedengerannya berat banget?
Dalam perbincangan tersebut, hadir pula Anggalia Putri Permata Sari (Anggi) selaku Knowledge Manager Yayasan Madani Berkelanjutan.
Laporan ke-enam IPCC yang bikin heboh
IPCC (Intergovernmental Panel Climate Change), sebuah komunitas ilmuwan yang didirikan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa yang setiap tahun mengeluarkan laporan ilmiah untuk memperingatkan manusia tentang keadaan bumi dan krisis iklim.
Laporan keenam yang disampaikan oleh komunitas ini sempat membuat heboh dengan Headlinenya yang bertajuk “Code Red for Humanity” Atau “Kode Merah untuk Kemanusiaan”
Salah satu judul headline lainnya adalah: “Global Climate Crisis: Inevitible, Unprecedented and irreversible.”
Irreversible sendiri penting sekali untuk digarisbawahi, yang maknanya, bila kita tiba di satu titik, kita tidak akan bisa kembali ke kondisi asal.
Dampak yang terjadi akibat perubahan iklim
Krisis iklim bukan hanya persoalan cuaca panas yang bisa diselesaikan dengan setting suhu AC serendah-rendahnya. Krisis iklim merupakan sebuah pola panjang dan kenaikan suhu rata-rata bumi yang pada akhirnya berdampak pada semua.
Lalu, apa sih dampak yang kita rasakan dengan perubahan iklim ini?
Banyak sekali dampak buruknya menurut IPCC, yakni:
- Bumi memanas semakin cepat dari yang diperkirakan sebelumnya
- Konsentrasi CO2 di atmosfer kini meningkati posisi tertinggi selama 2jt tahun
- Kenaikan muka air laut pun yang tertinggi selama 3000 tahun, sehingga daerah-daerah yang berada di daerah pesisir sangat berisiko terendam
- Cadangan es di kutub utara dan antartika terancam meleleh
Di samping itu, dampak perubahan iklim tak hanya terlihat jelas dalam kondisi bumi teraktual yang kita bisa rasakan bersama.
Di sisi berbeda, perubahan iklim ini juga mampu menyebabkan seseorang merasa stress, khawatir, dan berbagai respon negative di dalam diri anak dan anak-anak muda berkisar umur 16-25 tahun di seluruh dunia. Hasil ini didapat dari survey global lebih dari 10.000 orang.
Belum lagi kasus infeksi kulit yang menimpa anak di India akibat panas yang ekstrem sebagaimana yang diberitakan.
Pada akhirnya, lagi-lagi yang kena adalah manusia seperti:
- Kekeringan. Dampak kekeringan yang meluas akan sangat merugikan di sektor pertanian. Kesediaan bahan pangan termasuk ikan turut menjadi ancaman, dan ekonomi akan semakin sulit.
- Air laut makin naik, akibatnya tentu kebanjiran berulang, anak-anak akan kesulitan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
- Perubahan pola curah hujan
- Terganggunya terumbu karang
- Serta kenaikan suhu
Penyebab utama perubahan iklim
Kenapa sih, kok iklim bisa berubah semakin buruk?
Ada beberapa persoalan yang hingga kini belum terselesaikan, seperti:
- Emisi CO2 lewat jejak karbon pribadi
- Kebakaran hutan dan deforestasi
- Penggunaan batu bara yang belum berhasil dikurangi
Upaya-upaya oleh Indonesia untuk berpartisipasi dalam mitigasi perubahan iklim
Bicara tentang penyebab, perubahan iklim tentu tak jauh-jauh disebabkan oleh kita, manusia itu sendiri. Namun tenang, masih menurut laporan IPCC nih, manusia masih memiliki SATU kesempatan TERAKHIR dengan batasan waktu dari saat ini hingga tahun 2030. Bisa dikatakan juga bahwa ini adalah dekade penentuan bagi manusia untuk menyelamatkan bumi, dan menyelamatkan manusia.
Apa yang bisa dilakukan dalam decade penentuan ini?
Targetnya adalah mencapai 1,5°. Angka ini merupakan batas aman kenaikan suhu bumi di tahun 2100.
Eh, tapi kan kata Paris Agreement, 2° juga masih aman?
Suhu 1,5° penting dicapai karena bila harus mengukur suhu rata-rata bumi, cuaca ekstrim, musnahnya spesies yang kita butuhkan untuk dikonsumsi, krisis air, orang-orang yang terdampak kekeringan dan terdampak penyakit akan jauh lebih banyak dan lebih besar dibandingkan 2°.
Buset, udah sisa 8 tahun lagi dong? Keburu ngga?
Tergantung kitanya! Mau ngga bergerak bersama? Urusan menyelamatkan bumi ini adalah urusan bersama dalam jangka waktu yang panjang. Semua orang. Siapapun, selama hidupnya masih berlabel manusia, semestinya upaya menyelamatkan iklim juga menjadi tanggungjawabnya.
Karena bila kita bergerak bersama-sama, kondisi bumi bisa kembali ke level aman. Lalu, bagaimana caranya?
- Penurunan jejak karbon individu dengan penggunaan transportasi umum
- Menanam pohon untuk tahun 2050, bisa mencapai kondisi Net Zero Emission. Kondisi dimana emisi yang kita lepaskan ke atmosfer harus sesuai dengan jumlah emisi yang kita serap
- Memulihkan ekosistem
- Stop menggunakan batu bara dan beralih ke energy bersih terbarukan
- Melindungi hutan alam yang tersisa dengan menekan sekecil-kecilnya deforestasi
- Hindari membuka gambut dan cegah karhutla
- Restorasi dan rehabilitasi ekosistem alam termasuk hutan, mangrove, dan gambut
- Adaptasi terutama kelompok rentan
- Mengurangi makanan sisa dan terbuang
- Tidak menggunakan plastic dan beralih ke tas belanja yang bisa digunakan secara berulang
- Mulai sekarang dan dari sendiri
- Terus bergerak berkampanye dan mengedukasi lewat konten-konten positif.
- Bergerak bersama
Indonesia harus effort mengatasi krisis iklim
Indonesia dinyatakan sangat rentan terdampak krisis iklim terutama banjir dan kekeringan, kenaikan muka air laut, perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu.
Bila hal-hal ini terjadi, dampaknya tentu ke sumber daya alam yang menjadi salah satu sumber penghasilan di Indonesia dan bila tidak melakukan apa-apa, penghasilan negara bisa hilang hingga 70% dan kelompok paling miskin akan merasakan dampak terbesar.
Ngga mau kan kita merasakan hal yang sama seperti yang India rasakan saat ini? Untuk itu, yuk, kita sama-sama bergerak untuk mencapai target net zero emission di tahun 2050
Sumber-sumber:
https://www.instagram.com/tv/CVCx23FtZ71/?utm_medium=copy_link