*Artikel ini disertakan dalam 30 hari lomba menulis untuk perayaan 1 tahun anabutarbutar.com
Penulis: Priestin Dian Prawesty
Beragam
makanan minuman yang tertata rapi pada meja penjual takjil di pinggir jalan menjadi pemandangan yang
sering kita lihat saat bulan puasa seperti sekarang ini. Walaupun tahun ini, jumlah
penjual tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. Bahkan pada daerah-daerah
tertentu sudah tidak dapat menjumpai penjual
makanan
dan minuman khas bulan puasa
itu. Meski
tak lagi dapat menjumpai mereka secara langsung, bukan berarti mereka semua tidak
berjualan lagi. Sebagian penjual
lebih
memilih menjual secara online, untuk
mengurangi kontak langsung dengan pembeli, sebagai salah satu upaya untuk
mencegah penyebaran Virus Covid-19.
Membeli
takjil secara online menjadi salah
satu pilihan yang tepat untuk saat ini, walaupun seperti ada sesuatu yang hilang
ketika hanya bisa memilih takjil melalui media sosial, yang biasanya bisa
memilih takjil secara langsung sambil ngabuburit bersama teman-teman.
Tahun
ini memang sedikit berbeda, tak ada lagi ngabuburit, tak ada lagi buka bersama
yang biasanya dijadikan acara reuni dengan teman- teman lama. Rasanya rindu
melakukan hal-hal yang dulu kita anggap biasa saja itu. Namun, ada satu rindu
lagi yang lebih berat dan
saat ini banyak orang yang merasakan,
ya rindu berkumpul dengan keluarga di
kampung halaman.
Pulang
ke kampung halaman
saat bulan puasa seperti saat ini atau nanti saat menjelang Hari Raya Idul
Fitri tepatnya, yang biasa disebut mudik, menjadi kebiasaan banyak orang. Baik bagi
yang
merayakan maupun tidak. Libur Hari Raya Idul Fitri yang cukup panjang bisa
menjadi salah satu alasan untuk mudik. Apalagi untuk orang- orang yang merantau
cukup jauh dan membutuhkan biaya mahal,
serta waktu yang panjang untuk perjalanan. Rasanya sayang jika hanya sebentar
di kampung halaman.
Libur
Hari Raya Idul Fitri yang hanya ada satu kali dalam setahun pasti sudah sangat
dinanti- nantikan dan dirindukan para perantau. Sudah banyak yang merencanakan
dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk mudik, seperti dana, tiket, oleh-
oleh, dan lain sebagainya.
Mudik
yang dirindukan dan sudah menjadi
kebiasaan ini, sayang sekali tidak bisa dilakukan seperti tahun- tahun
sebelumnya dikarenakan Pandemi Covid-19. Rindu yang sudah dirasa selama ini dan
siap untuk dibayarkan dengan mudik harus ditunda dulu. Rasa rindu yang dirasakan sudah
cukup besar, tapi tentu rasa sayang kepada keluarga jauh lebih besar. Kalau dulu ada yang beranggapan
jika kita sayang keluarga, pasti akan mudik setiap tahunnya. Tapi tahun ini,
jika kita sayang keluarga pasti kita akan menunda untuk mudik.
Menunda
mudik menjadi hal yang cukup berat bagi sebagian besar orang, namun hal itu
harus dilakukan karena
adanya larangan mudik terkait Pandemi Virus Covid-19, sebagai
salah satu upaya untuk pencegahan penyebaran Virus Covid-19. Mari kita akhiri Pandemi Covid-19
dengan terus menaati peraturan- peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah,
memang bukan hal yang mudah, tapi kita pasti bisa dan sudah menjadi tanggung
jawab kita untuk
bersama- sama berjuang mengakhiri Pandemi Covid-19 ini. Ganti
rasa sedih dan kecewa tidak bisa mudik dengan semangat mengakhiri Pandemi
Covid-19.
Tak perlu terlalu lama sedih dan
kecewa, lakukan hal
yang bisa mengobati rindu
atau paling tidak bisa meringankan sedikit rasa itu, seperti menelpon keluarga
di kampung halaman, boleh juga dengan melakukan kegiatan bersama sambil video
call
atau bisa juga mencoba resep masakan yang biasanya kita nikmati bersama
keluarga, sambil terus berdoa dan berusaha supaya Pandemi Covid-19 ini bisa
segera berakhir, serta
kita harus yakin bahwa ini akan menjadi rindu yang berujung dan akan terobati setelah Pandemi Covid-19
ini berakhir. Semangat
untuk mengakhiri
Pandemi Covid-19.
Suka dengan kalimat "kalau sayang jangan mudik dulu"
ReplyDeleteGood job buat tulisannya
ReplyDelete