Meluruskan Makna Hutan Lewat WALHI dan Serangkaian Kontribusi untuk Menyelamatkannya Dalam Forest Cuisene Blogger Gathering

2
Kelompok 5 dan hasil olahannya | Foto: Dokumentasi Pribadi

Ibu Sri Hartati menangis. Emosinya meluap saat bercerita tentang banyaknya kerusakan hutan yang terjadi belakangan ini. Tapi syukurlah, hutan di tempat tinggalnya masih terjaga.
"Jika ada yang kedapatan membakar atau merusak hutan, akan kami cari sampai dapat" ujarnya disela air mata yang masih saja menetes.
Ibu Sri Hartati, atau yang kerap dipanggil ibu Tati adalah seorang WALHI Champion yang berasal dari Sumatera Barat. Beliau dan kelompoknya sukses menghadirkan konsumsi dari hutan dengan mengembangkan produk olahan dari daging buah pala menjadi sirup dan minuman segar.

Ibu Tati yang emosional saat berkisah tentang hutan | Foto: Dokumen Pribadi

Ada alasan tersendiri dibalik hadirnya sirup ini, sebetulnya, hutan sumber pangan. Dari hutan sendiri ada banyak sekali bahan pangan yang dapat diolah menjadi sebuah produk yang sudah lama ada, atau difortifikasi menjadi produk pangan baru untuk kemudian dikenalkan kepada khalayak.

Banyak produk yang berhasil diolah dari hutan, sayang, masa simpan dari masing-masing produk tersebut pendek sehingga waktu yang dimiliki oleh kelompok Ibu Tati dalam rangka pendistribusian produk tersebut sangat terbatas.

Berbeda dengan sirup yang memiliki masa simpan yang lebih panjang. Dengan pertimbangan masa simpan ini, Ibu Tati dan kelompoknya memutuskan untuk fokus pada pengolahan sirup daging buah pala.

Lewat produk yang kemudian diterima dengan baik dan digunakan sebagai welcome drink oleh hotel setempat, Bu Tati dan kelompok juga berhasil mendapatkan sedikit uang tambahan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Beda cerita Bu Tati, beda pula dengan Bu Tresna Usman Kamaruddin, Amd. Seorang WALHI Champion juga, namun berasal dari Sulawesi Tenggara.

Ibu Tresna, WALHI Champion yang tak kalah luar biasa | Foto: Dokumen Pribadi

Bu Tresna adalah cucu dari seorang petani, sebuah alasan yang kuat untuk membuatnya jatuh cinta pada bertani, hutan dan alam. Namun disamping itu, Bu Tresna juga punya alasan lain:

1. Berbanding terbalik dengan pemuda di wilayah lain, pemuda di tempat tinggal Bu Tresna suka sekali bertani, sayang mereka tak punya lahan untuk digarap. Padahal, petani tanpa tanah bukanlah petani.
2. Hutan memiliki banyak sekali manfaat termasuk tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari mulai dari bahan pangan, ekonomi, hingga kesehatan
3. Lewat hutan, Bu Tresna dapat berbagi ilmu terkait pemanfaatan hutan yang dibagikan kepada masyarakat sekitar
4.  2012 yang lalu Bu Tresna divonis mengidap kanker. Dan hutan memiliki andil yang sangat besar untuk proses penyembuhannya.

Seluruh pembicara dan MC | Foto: Blogger Perempuan dan WALHI
WALHI Champion adalah orang-orang yang sukses memberikan kontribusi dalam kelestarian hutan di tanah asalnya. Inilah yang menjadi alasan keduanya hadir di Jakarta dalam acara Forest Cuisine Blogger Gathering tepatnya di Almond Zucchini bersama perwakilan dari Eksekutif nasional WALHI, ibu Khalisa Khalid yang akrab disapa Mba Alin. Selain itu, ada pula Mba Windi Iwandi selaku Food Blogger/Selebgram.

Sedikit Tentang Forest Cuisine Blogger Gathering
Minggu lalu aku menitiskan air mata sembari tangan terus mengetik di keyboard laptop. Bayanganku kembali pada cerita masa kecil 20 tahun lalu, bersama Alm. Nenek dan saudara-saudaraku yang mau tak mau menghadirkan kerinduan.

Aku di dapur Almond Zucchini | Foto: Dokumen Pribadi
Aku bercerita tentang kopi dan keseruan masa kecilku saat harus mengurus kopi dari me
metik hingga pengolahannya. Kopi yang kini hanya tinggal cerita saja, lahannya sudah berganti menjadi rumah warga.

Dan ternyata banyak cerita yang sama dari Blogger yang berbeda. Bukan hanya tentang kopi, tapi tentang beragam produk yang dihasilkan dari hutan.

Dari kurang lebih 230an artikel, Blogger Perempuan dan WALHI memilih sebanyak 30 finalis untuk diundang dalam acara ini, termasuk aku. Itulah kenapa aku ada di tempat yang sama bersama perempuan-perempuan hebat ini.

Mengenal Hutan, WALHI dan Alasan di Balik Perjuangan Melestarikan Hutan
WALHI atau Wahana Lingkungan Hidup Indonesia merupakan organisasi gerakan lingkungan hidup terbesar di Indonesia. Sejak tahun 1980 hingga saat ini, WALHI secara aktif mendorong upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup.

Sebelum berbicara lebih lanjut tentang hutan, jika diberikan satu pertanyaan,

"Apa sih sebetulnya defenisi hutan itu?"

Kira-kira pada tahu ngga ya?

Secara jujur, Aku punya defenisi sendiri tentang arti hutan, yakni satu tempat yang ditumbuhi pohon-pohon tinggi tanpa peduli pohon itu beragam atau tidak. Pohon itu sejenis atau tidak. Yang jelas, dalam satu lokasi yang ditumbuhi sederet tanaman dan banyak tumbuhan liar, aku mendefenisikannya sebagai hutan.

Padahal, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hutan adalah tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon (biasanya tidak dipelihara orang). Defenisi inipun diaminkan oleh Mba Alin.

Menurut Beliau, banyak sekali orang beranggapan bahwa hutan adalah onggokan pohon saja. Padahal  hutan adalah ruang hidup yang di dalamnya terdapat satu kesatuan ekosistem mulai dari satwa, obat, bahan pangan, serta kebudayaan yang masih terus dijaga oleh masyarakat adat yang tinggal di wilayah perhutanan.

Berdasarkan data yang diluncurkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) total luas hutan dan lahan yang terbakar di seluruh Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2019 mencapai 328.724 hektare (Sumber: ini) dengan luas lahan terbakar terbanyak ada di Provinsi Riau yang mencapai 49.266 yang mengingatkan kita kembali pada asap pekat yang menutupi Riau tahun lalu.

Ada banyak alasan di balik terbakarnya lahan hutan, namun yang pasti, semakin banyak hutan terbakar, maka fungsi hutan akan semakin tidak maksimal yang pada ujungnya akan membahayakan manusia juga.

Lalu apa saja fungsi hutan:
  • Sumber Oksigen dan penyerap Karbondioksida
  • Mencegah banjir
  • Cara utama meredam pemanasan global
  • Menyimpan air tanah
  • Sumber makanan, dan obat-obatan alami
  • Tempat tinggal satwa liar
  • Tempat tinggal masyarakat adat
Dan bila kebakaran hutan masih terus berlanjut, fungsi-fungsi ini akan semakin terkikis. Contoh paling sederhana dari kebakaran hutan adalah satwa liar yang masuk dalam area tempat tinggal manusia. Lagi-lagi, yang dirugikan adalah manusia dengan dampak kerusakan bagi tanaman,  dan kekhawatiran serangan hewan saat keluar rumah.

Di sinilah WALHI berperan. Memberikan reaksi atas ketidakadilan, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat atas hutan, termasuk bimbingan pada kelompok-kelompok masyarakat yang mau memberikan waktu untuk menjaga serta memanfaatkan hutan dengan baik.

Hasil-hasil produksi kelompok masyarakat tersebut kemudian didistribusikan ke masyarakat setempat secara offline maupun secara online.

Lalu apa saja yang bisa dihasilkan dari hutan?

Banyak sekali, hanya dibutuhkan kreatifitas dan kemauan untuk menghasilkan produk-produk sebagai berikut:

Beberapa produk WALHI dari pangan hingga pakaian | Foto: Dokumen Pribadi
  • Rotan untuk memproduksi berbagai peralatan rumah tangga
  • Bahan makanan seperti sagu, sayur-sayuran, kopi, dan lain-lain. Bahan makanan ini bisa diolah dan langsung dipangan, bisa juga diproses dengan cara yang berbeda untuk menghasilkan produk yang lebih modern, memiliki nilai estetika tinggi sehingga akan memiliki nilai jual yang tak kalah tinggi. Seperti kopi di cafe-cafe yang lagi tren saat ini
  • Ada juga ranting dan kayu yang dapat dipergunakan oleh masyarakat setempat
  • Atau obat-obatan alami yang terdapat dalam hutan.
Dan untuk sekedar kamu ketahui, 9 dari 10 perempuan memiliki peranan yang tinggi untuk menghasilkan produk-produk tersebut, yakni sebagai penjaga pangan keluarga. 

PS. Mau tau salah satu bukti nyatanya? Jika dulu aku kuliah di Teknologi Pangan, 23 dari 25 orang pelajar di angkatanku adalah perempuan. Sama hal dengan peserta Forest Cuisine Blogger Gathering kali ini, 28 orang dari 30 peserta adalah perempuan. 

Itu berarti perempuan memiliki andil yang tinggi pula untuk menjaga hutan. Bukan hanya perempuan-perempuan yang tinggal di lokasi hutan. Termasuk kita yang hidup di perkotaan. Tinggal di kota bukan menjadikan kita terbebas dari permasalahan hutan. Karena sekali terjadi kebakaran hutan besar, dampaknya tentu akan sampai ke wilayah perkotaan.

Oh iya, kita yang tinggal di wilayah perkotaan juga bisa membantu WALHI dengan cara membeli produk olahan WALHI Champion ataupun berdonasi reguler yang dapat dilakukan lewat websitenya di https://walhi.or.id/donasipublik atau secara offline ke:
  • BNI 021.882.4228 a/n Yayasan WALHI
  • Mandiri 070.000.3016.420 a/n Yayasan WALHI
  • BCA 30.1999.1980 a/n Yayasan WALHI
Beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menjaga hutan menurut WALHI:
  • Hentikan penggunaan fosil sebagai daya energy,
  • Berhenti menggunakan plastik sekali pakai,
  • Mengurangi konsumsi produk sawit untuk keselamatan hidup dan hutan
Sulit ya?

Iya sulit. Di sinilah peran pemerintah dibutuhkan. Penggunaan plastik sekali pakai ternyata perlahan bisa kita redam. Awalnya hampir semua orang protes dengan kebijakan tersebut, ternyata dengan sistem yang dikeluarkan oleh pemerintah, masyarakat bisa. 

Sulit? Tentu, tapi bukan berarti tidak bisa. Kita sudah membuktikannya sendiri perlahan-lahan dengan penggunaan tas belanja yang dibawa dari rumah sebelum berbelanja. Bisa kan?

Mengolah Bahan Pangan Dari Hutan Menjadi Produk Berkualitas Tinggi
Seperti yang aku katakan sebelumnya, pengolahan yang tepat akan pangan dari hutan bisa menjadikan produk tersebut memiliki nilai jual yang tinggi.

Nah, bersama chef William Gozali, kamj ketiga puluh finalis Forest Cuisine coba membuktikan hal ini.

Bahan yang dibutuhkan dengan jamur salah satu di antaranya | Foto: Dokumen Pribadi

Bermodal Fettucini (semacam pasta), butter, keju, jamur yang berasal dari hutan, daun bawang dan Whipped cream, seluruh peserta dibagi menjadi 5 kelompok dan diarahkan untuk menghasilkan Fettuccine Mushroom Ragout ala Chef WilGoz. Saya sendiri ada di kelompok 5 dan berperan sebagai chef. Yeyyy, seru!

Meski rasa masakan kelompom kami - baca: masakanku :) - tak sempurna, ada satu hal yang harus digarisbawahi. Bahwa dari hasil olahan jamur yang jika dijual dalam bentuk jamur biasa hanya akan menghasilkan sedikit penghasilan saja. Namun jika diolah, selain menghadirkan cita rasa yang lebih nikmat, nilai estetika yang lebih menjual, biaya yang diperoleh juga ternyata jauh lebih banyak.

Ini dia hasil masakanku dan tim.
Hasil masakan kelompok 5 | Foto: Dokumen Pribadi

Post a Comment

2Comments
  1. Terharu baca ulasanmu mbak semoga kita semua makin sadar pentingnya menjaga hutan dan lingkungan hidup

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aminnn. Semoga ya Mba. Menjaga hutan dan lingkungan hidup bisa kita mulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Terima kasih sudah mampir

      Delete
Post a Comment