![]() |
Foto: Dokumen Pribadi |
Panggil saja aku Efa.
Terlahir di padatnya Ibu kota, lalu menyingkir sesaat di titik kecil desa Panomean Toba, sebuah tempat rahasia yang tak banyak orang tertarik untuk mengenal lebih jauh.
Apa pendapatmu tentang kehidupan yang hanya berlilit di satu titik? Pendapatku, itu bukanlah hidup!
Aku ingat betul, bagaimana bahagianya masa kanak-kanakku ketika orang tuaku mengajakku ke kota, selang beberapa jam saja sebenarnya dari desa. Dengan pakaian terbaik yang kupunya, aku melenggak seakan melanglanglang buana ke tempat nun jauh di sana.
Aku suka saat pergi jauh, menyusuri tempat-tempat baru yang bagiku benar-benar baru. Atau tempat-tempat yang sudah lama ada namun tak kunjung kusinggahi. Mendapatkan hal-hal baru yang belum pernah kutemui sebelumnya. Mencobanya saat aku tertarik, merekamnya erat dalam memori saat aku mencintainya untuk kelak kuceritakan kembali saat aku menua.
Besar di kampung itu susah, siklus hidupnya itu itu saja. Hutang, hutang, hutang, hutang, hutang, bayar panen. Saat panen, hasil panennya habis bayar hutang! Anehnya, dominan pemuda memilih menetap dan hidup dalam siklus hidup yang sama. Tapi dari kerasnya hidup di sana, setiap orang memiliki kesempatan untuk melatih diri menjadi pribadi yang kuat, pantang menyerah, dan petarung.
Lalu, hidup membawaku ke seberang ibu kota, membaur untuk sebuah ilmu. Sesudahnya, aku tetaplah aku. Si gadis kampung yang ingin terus melangkah jauh, menyusuri tempat-tempat yang belum pernah dijajaki sebelumnya. Meninggalkan jejak setiap perjalanan dalam kisah-kisah yang kemudian dituliskannya.
Aku menyukai ilmu itu, percayalah! Namun, keinginanku untuk berkelana jauh lebih buas daripada keinginanku untuk menjadi seorang peneliti yang akan membatasi perjalanan jauhku.
Ah ya, terakhir. Teruntuk kamu yang mengira bekerja di perusahaan bonafit di Jakarta adalah hal yang mengagumkan, maka selamat datang di kehidupan robot. Pagi ke pagi dengan suasana rivalitas, dibungkus kepura-pura bahagiaan di cafe-cafe tren yang disangka bisa menaikkan derajat sosial. Hidup minus tenggangrasa dan pedulian.
Kamu akan sibuk dengan rentetan angka yang meninggikan omset perusahaan, sementara kamu melupakan diri yang mulai berumur dan orang tua yang kian menua. Lalu tetiba, waktu itu habis. Menarik paksa salah satu dari dirimu. Entah kamu, entah mereka yang kamu cintai tanpa kenangan yang berarti.
Dan dari itu semua, maka hadirlah catatan ini. Sebuah perjalan, harapan, dan keinginan gadis kampung. Gadis kampung yang masih menggantungkan sangat sangat tinggi harapan berkeliling dunia dan menggoreskannya di lembaran lembaran baru yang tak kunjung habis. Untuk kelak dibaca anak cucu, kamu, mereka atau setiap orang yang merasa terjebak di kehidupan gaji per bulan, mereka yang memiliki impian namun takut perut terabaikan karena gaji bulanan yang tak lagi dapat setoran.
Selamat datang di duniaku. Si gadis kampung pemimpi yang sangat menyukai tulisan.